Kamis, 01 Agustus 2013

Nikah versus Romadhon



18-24 Romadhon 1434 H
RT 001 RW 003, Desa Seso, Kecamatan Jepon, Kabupaten Blora

Assalamualaikum fii romadhon...
Romadhon adalah bulan renungan, bulan muhasabah. Muhasabah bagi musafir ilallah fiddunya yang insyaallah sedang dalam safar untuk persiapan di pertinggalan abadi akhirot nanti sebagaimana firman Allah yang terabadikan dalam kitabul karim surot Al Baqoroh ayat 4.

“..dan mereka yang beriman kepada Kitab (Al Quran) yang telah diturunkan kepadamu dan Kitab-kitab yang telah diturunkan sebelummu, serta mereka yakin akan adanya (kehidupan) akhirat.”(TQS.AL BAQOROH[2]: 4)

MANUSIA PENGHAMBA DUNIA
Sudah menjadi firoh manusia tampaknya jika melakukan sesuatu harus ada suatu imbalan, balasan dari apa yang diamalkan atau dikerjakan. Apakah ini salah? Laa..tidak, segala hal di dunia ini halal kecuali ada syariat yang mengharamkannya. Sangat memotivasi jika setiap amal baik kita akan diganjar dengan kehidupan akhirat yang membahagiakan. Apalagi jika ganjaran itu ganjaran terlihat, atau kita melihatnya sebagai ganjaran di dunia, pasti sangat lebih semangat.

Coba kita renungkan, jika setiap kita berangkat sholat berjamaah di masjid atau surau dibayar dengan uang tertentu (sebut saja 10 ribu rupiah saja), percaya deh masjid sebesar Istiqlal di Jakarta pasti penuh sesak setiap hari.hehe

Namun sayangnya tidak...Allah mengganjarkan dengan sesuatu yang lebih baik dan lebih dari uang tersebut. Bagi saya..sungguh merugi orang yang menghendaki pahala dunia saja, karena sungguh dunia ini hanya sementara.

Barangsiapa yang menghendaki pahala di dunia saja (maka ia merugi), karena di sisi Allah ada pahala dunia dan akhirat. Dan Allah Maha Mendengar lagi Maha Melihat.” (TQS. AN-NISA[4]: 134)

Pada kesempatan kali ini, ana ingin berbagi sedikit sesuatu yang ada dalam pikiran saya, sebuah perenungan..perenungan yang bisa saja salah dan sangat mungkin jauh dari kebenaran, yang pasti kita semua yakin bahwa kebenaran dari manusia itu tiada yang ideal, relatif.
Mungkin sekilas membaca judulnya akan membuat antum tertarik untuk membacanya, semoga menjadi inspirasi.

KEINDAHAN NIKAH vs ROMADHON

Antara nikah dan bulan romadhon..apa sih keterkaitan antara kaduanya, simbiosis seperti apa yang muncul antara keduanya?hehe

Telah kita ketahui bersama..amat spesial sekali bulan romadhon ini. Dari 12 bulan yang ada, hanya satu yang paling mulia diantara 11 bulan yang lain. Sampai-sampai Allah mengabadikan beberapa rekam sejarah penting di bulan ini, kita tengok saja “milad” Quran jatuh pada bulan ini, kemudian Fathul Makkah pun terjadi di bulan ini, Perang Badar dengan kemenangan gemilang pun ada di bulan ini, dan masih banyak lagi rekam sejarah yang sangat menginspirasi kita.

Saking spesialnya pula, setiap amalan sunnah yang kita kerjakan maka Allah ta’ala menghitungnya sebagai ganjaran amalan wajib. Dan setiap amalan wajib diganjar dengan 70 kali pahala amalan wajib di hari-hari biasa. Betapa melimpahnya karunia yang Allah turunkan sampai-sampai Rosulullah menyatakan seandainya kita tahu keutamaan bulan Romadhon ini, niscaya kita menginginkan setahun itu bulan romadhon. (namun sayangnya banyak yang belum tahu ya).

Dan tahukah antum/ na jika kita meninggalkan puasa romadhon? Dalam riwayat Abu Daud, Ibnu Majah dan Tirmidzi Rosulullah menyatakan bahwa sesiapa yang tidak berpuasa sehari saja di bulan romadhon bukan karena keringanan yang diberikan Allah, maka puasa yang ditinggalkan tersebut tak dapat digantikan dengan puasa setahun penuh meskipun dia berpuasa setahun penuh. Dan ganjaran lainnya pun tak kecil memang, dosa kita yang lalu diampuni Allah teruntuk orang yang berpuasa, masyaallah.

Kalau menikah? Berhubung saya belum merasakan kebahagiaan sendiri secara langsung ‘’megaproyek’’ mulia ini (hanya kebagian kebahagiaan dari saudara-saudara) jadi akan saya nukilkan firman Allah saja dalam surot Ar-Ruum ayat 21

“Dan di antara tanda-tanda kekuasaan-Nya ialah Dia menciptakan untukmu isteri-isteri dari jenismu sendiri, supaya kamu cenderung dan merasa tenteram kepadanya, dan dijadikan-Nya diantaramu rasa kasih dan sayang. Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda-tanda bagi kaum yang berfikir.”(TQS. AR-RUUM[30]: 21)

Ada lafadz “waja‘ala bainakum mawaddah warohmah” bagaimana Allah menghadiahkan dua buah nikmat yang tak tampak dan menjadi kebutuhan pokok emosi dan mental bagi kita yang mengamalkan ibadah nikah. Apa itu? Yaitu rasa kasih sayang yang menimbulkan ketentraman. Dasarnya, manusia mempunyai empat watak. Yaitu watak biologi, watak kejiwaan (psikologi), watak sosial dan watak berpikir yang antara satu sama lain saling berhubungan. Dalam dunia hewan kita hanya menemukan watak biologis dan sosial(kecenderungan berkumpul). Sementara dalam kehidupan manusia hubungan antara watak tersebut sangat kompleks. Dan fitroh kita kan bahwa kita selalu membutuhkan perhatian dan cinta dari orang lain, sehebat-hebatnya Rosulullah pun tetap membutuhkan perhatian Abu Bakar ra dan kasih sayang dari Khadijah ra. Apalagi kita?

NIKAH vs ROMADHON

Saudaraku, ikhwahfillah rahimahullah..
Apa yang menjadi renungan kita, coba antum perhatikan sebelas bulan kita beramal adalah bak sekian rentang waktu untuk mempertahankan dan menyiapkan diri. Menyiapkan diri untuk bisa lebih baik di romadhon selanjutnya serta mempertahankan keistiqomahan amalan mulia setelah kita meninggalkan romadhon sebelumnya. Memang dalam hidup ini tiada akhir sesinya, semua akan selalu mengalami pembaruan. Ketika kita dulu menjadi senior di SMA, ternyata kita menjadi yunior lagi di kampus. Di kampus bak raja, ternyata di dunia kerja harus menjadi baru lagi, hidup ini selalu metamorfosis. Begitupula romadhon dalam hidup kita ini selalu menghendaki perubahan yang baik atas diri kita.

Romadhon yang kita lalui 29 ataupun 30 hari itu sangatlah singkat. Menurut saya, menikmati berkah romadhon itu bukanlah sekedar euforia memenuhi shof masjid ketika malam pertama romadhon. Bukanlah sekedar bahagia dapat berkumpul menghadiri agenda ngabuburit (yang berakhir dengan telat sholat maghrib), dan bukanlah sekedar ngebut nge-khatamin 2-3 kali namun ketika bulan lain sebulan pun ndak lewat dari 5 juz.

Bagi saya, meraup berkah romadhon bukan dengan demikian. Itu adalah terlalu seremonial dan kita akan mudah dijatuhkan setan pada pengamalan di bulan-bulan lainnya.

Sama dengan menikah, menikah itu menyenangkan dan menentramkan serta impian bagi setiap umat muslim. Menikah pun banyak berkah dan pemercepat rizki, menikah akan membentengi nafsu syahwat kita serta membentengi diri dari fitnah lawan jenis. Sama dengan romadhon, menanti waktu tepat untuk menikah pun merupakan suatu tantangan tersendiri yang tak tertahankan, kita pasti sepakat bahwa menahan perasaan dan keinginan untuk diperhatikan adalah amat berat. Bagi yang mengatahui nikmatnya berkah romadhon dan menikah tentu kita akan sangat rindu yang tak tertahan dangan kedua hal ini.

Jika kita bandingkan dan renungkan, menikah pun tak sekedar karena kita memenuhi faktor biologis, sosial, psikologis dan akal. Secara biologis keinginan ini muncul seiring dengan pertumbuhan dan kematangan (baligh) seseorang. Menikah tak sekedar indahnya malam pertama. Namun bagaimana malam-malam selanjutnya yang akan dihadapi pasangan suami istri apakah sanggup mereka menjaga kebahagiaan malam pertama mereka hingga akhir hayat memisahkan? Kita kaitkan dengan romadhon, kita biasanya hanya semangat ketika di awal romadhon. Namun seiring hari ternyata semangat itu memudar, seolah lupa dengan semangatnya di bulan Rojab dan sya’ban dulu yang katanya “Recharging our iman with romadhon”. Begitulah berumahtangga bukan bagaimana menyiapkan kemewahan pesta pernikahan atupun bagaiman menikmati indahnya malam pertama. Namun bagaimana kita menyiapkan mental dan akal kita untuk tetap bahagia di masa-masa mendatang.
Secara sosial menikah adalah karena keinginan untuk membentuk keluarga dan menyatukan keluarga.

“Hai manusia, sesungguhnya Kami menciptakan kamu dari seorang laki-laki dan seorang perempuan dan menjadikan kamu berbangsa - bangsa dan bersuku-suku supaya kamu saling kenal-mengenal. Sesungguhnya orang yang paling mulia diantara kamu disisi Allah ialah orang yang paling taqwa diantara kamu. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui lagi Maha Mengenal.”(TQS AL HUJUROT[49]: 13)

Yah, ketika romadhon sepuluh hari pertama masjid dan surau kita begitu sesak dengan jamaah. Bahkan berjubel ada yang pasang tenda di luar masjid untuk menampung “jamaah tahunan” tersebut. Namun seiring waktu hingga hari kelimabelas, tenda mulai sepi. Jamaah mengalami “kemajuan”, kemajuan shof solatnya tapi.

Sama, menikah pun demikian. Bukan menyoal bagaimana kita bersikap manis kepada Bapak Ibu mertua sewaktu khitbah saja, bukan hanya bagaimana keceriaan kedua keluarga besar mempelai bersatu dalam kebahagiaan ketika walimatul ursy. Justru tantangannya adalah seperti jamaah tarowih tadi (menjaga semangat jamaah agar senantiasa menjaga izzah semangatnya hingga romadhon berakhir), yaitu bagaimana kita tetap berlaku sopan dan sayang dengan orangtua istri/ suami kita. Bagaimana kita menjaga kehormatan dan selalu berpikir positis dalam menjalani persaudaraan dengan kerabat istri kita (mushoharoh).

Jika kita meyiapkan diri menyambut romadhon dua bulan sebelumnya (rojab dan sya’ban) maka menikahpun juga perlu persiapan jau-jauh dekade sebelumnya (belajar dan bekerja). Pernahkah kita berpikir, kenapa ketika kita berpuasa keinginan diri untuk makan ini-itu begitu besar (hingga semua dibeli) namun ketika waktu berbuka sudah tiba, tak satupun santapan itu tadi ingin kita santap. Rasa itu serasa hilang. Begitulah, ketika kita belum menikah bayangan enak dan bahagia hanya di angan. Nafsu terasa begitu menggebu. Namun ketika sudah menikah, tiba-tiba rasa itu hilang. Hal seperti ini jika tidak disertai ruhani yang kuat maka perceraian tak kan dielakkan.

Inilah tantangannya, dari sisi akal menikah adalah karena keinginan untuk melengkapi diri dengan sesuatu yang baik dan membentuk generasi yang berkualitas. Memilih seseorang untuk menjadi teman hidup yang seumur hidup haruslah penuh kebijaksanaan. Karena istri/ suami bukanlah baju yang jika kita pakai tidak sesuai dan tidak pas lantas kita buang ganti yang baru. Dia adalah makhluk, yang punya perasaan dan akal. Dia nanti yang akan menjadi imam atau menjadi ibu bagi anak-anak kita.

Generasi yang berkualitas lahir dan diasuh oleh generasi yang berkualitas pula. Imam Ali ra. Memperingatkan, “Janganlah kalian menyusukan anak kalian kepada perempuan idiot dan rabun. Sesungguhnya susu itu akan menular padanya.” Bagaimana “bibit dan ladang” yang baik sangat berpengaruh terhadap hasil panen nanti. Tentu antum/ na menghendaki hasil panen yang subur dan melimpah bukan?

MELAHIRKAN GENERASI MUSLIM PLATINUM

Menghargai Kecantikan
“Wanita dinikahi karena empat hal: karena hartanya, nasabnya, kecantikannya dan karena agamanya. Maka dapatkan wanita karena agamanya engkau akan beruntung.” (HR. Bukhori-Muslim)

Kecantikan adalah tuntutan syar’i. Dan menjaganya adalah kewajiban. Kita juga telah diingatkan bahwa kita diciptakan dalam sebaik-baiknya bentuk dan Allah adalah Dzat yang indah dan menyukai keindahan. Kecantikan yang wajib kita jaga ini adalah kecantikan dalam dan luar. Kepribadian baik akan mempercantik inner beauty seseorang, sedangkan kecantikan luar adalah relatif (kasat mata) dan bagi saya, kecantikan sejati adalah kecantikan yang menggabungkan keduanya.

Dari hadis diatas bahkan menurut Ibnu Hajar al-Asqolani menyimpulkan bahwa menikahi wanita yang cantik adalah sebuah kesunnahan. Hal ini diperkuat yaitu Rosulullah mengijinkan kita melihat wanita yang dikhitbah untuk menyempurnakan kecintaannya.

“Sebaik-baik wanita adalah jika engkau memandangnya maka ia akan membuatmu senang, jika kau perintah ia menaatimu.”(HR. Abu Dawud)

Saat ini kita melihat orang memandang hanya pada sebatas fisik saja, tanpa mengetahui kandungan nikmat di dalamnya, sehingga ketika kecantikan itu pudar hilanglah rasa sayang itu. Buta mata hati kita karena tak dapat menikmati dan melihat kecantikan hati.

Subur Keturunan
Regenerasi keturunan(estafeta khilafah) merupakan salah satu dari faktor tujuan hidup. Tujuan dari melahirkan keturunan adalah untuk menambah kuatnya keterikatan suami istri. Perhatian akan semakin uat dengan hadirnya anak.

“Nikahilah wanita yang subur dan penyayang.” (HR. Abu Dawud)

Kenapa Rosulullah menganjurkan yang subur? Karena Rosul bangga dengan kita yang punya banyak keturunan..tapi..tidak sekedar banyak..namun juga berkualitas. Sifat penyayang istri adalah aspek penting untuk mentarbiyah(mendidik) putra putri kita nanti.

Mushoharoh dan Nasab
Sebuah keluarga yang memiliki derajat rendah bisa naik sebab pernikahan, yang lemah pun bisa menjadi kuat melalui persekutuan keluarga yang tentunya lahir dari pernikahan. 

Di daerah kesukuan atau pedesaan, kedudukan nasab sangat berarti sekali karena akan membawa pengaruh dalam strata bahkan politik. Namun untuk wilayah kota, hal seperti ini tidakbegitu berpengaruh.

Dalam islam, maksud utama dianjurkan memilih istri yang diketahui nasabnya adalah agar seseorang menikahi gadis yang murni dan memiliki akhlak yang baik (karena gadis yang baik nasabnya insyaallah akan berpegang teguh pada nilai-nilai dan adat. Seperti pesan Umar ra. :

“Ketahuilah nasab kalian maka kalian akan mengetahui asal-usul kalian, sehingga kalian menyambung kerabat kalian.”

Hubungan nasab dan mushoharoh menurut saya bukan hanya menyoal klaim keluarga baik saja, namun juga termasuk menyoal masalah sosial dan ekonomi. Lihatlah di dunia Barat, pasangan suami istri yang mengabaikan persetujuan keluarga mereka niscaya dapat menyebabkan pernikahan keduanya berada dalam terpaan angin kuat saat menghadapi gonjang-ganjing ekonomi atau problema keluarga. Tentu sangat jauh berbeda dengan kondisi pernikahan yang di dalamnya terdapat kebersamaan sosial. Kebersamaan yang akan melanggengkan pernikahan secara maknawi dan materi karena adanya penanggungan masalah secara bersama.

Kecukupan Harta
Dalam pernikahan, harta bukanlah sebuah tolak ukur kebahagian. Justru kelayakan (kafaah) dari kedua pasangan-lah serta karakter keduanya yang merupakan sebuah modal primer keluarga baru tersebut. Namun tidak munafik memang, persoalan harta sering menjadi faktor perhatian kedua belah pihak mempelai dan keluarga dengan alasan sulitnya ekonomi di masa sekarang apalagi di Indonesia. Sehingga hal ini membuat pemuda-pemudi urung menunda menikah karena alasan ekonomi. Padahal kecukupan harta ini adalah wewenang Allah asal kita bertawakkal kepada-Nya.

Kecukupan harta tidaklah harus diartikan dengan berharta melimpah. Makna kekayaan pun masih absurd maknanya (relatif), menurut saya kecukupan harta diartikan sebagai kebahagiaan karena dapat tercukupi kebutuhan rumah tangganya ketika diperlukan. Sederhana, namun ketika ingin rumah uangnya cukup untuk beli rumah. Ketika menginginkan kendaraan, alhamdulillah cukup untuk membeli motor. Inilah buah ketawakkalan kepada Allah.
Kebaikan Budi Pekerti dan Pengetahuan Agama
Bagi saya, dua hal ini sangat primer dan paling penting daripada yang saya sebutkan di atas. Karena dengan keduanya, seseorang akan mendapatkan dunia dan akhirat sekaligus. Siapa yang tidak mau coba?

Wasiat Rosulullah bahwa Agama adalah interaksi yang baik dengan Allah SWT (hablumminallah) sedangkan pekerti adalah interaksi yang baik dengan manusia (hablumminannaas). Jadi menimbang seseorang dari dua faktor ini sangat penting. Ingat..ini orang yang akan mendampingi kita seumur hidup loo..bukan sehari dua hari atau sekian tahun seperti orang tua kita.

Dan bagi orangtua, Rosulullah juga telah menasihati agar menikahkan dengan orang yang dicintai putra-putrinya meskipun seorang fakir.

Kesimpulan
Merenungkan dua hal yaitu pernikahan dan bulan ramadhan selalu pada hal yang ironi karena kelemahan iman dan salah dalam memandang. Kita memandang Ramadhan penuh berkah namun keimanan kita masih malas untuk menggapainya. Kita Melihat menikah itu sebuah kebahagiaan, namun ilmu, pekerti serta agama yang lemah menjadi penghancur angan itu ketika kita telah berumah tangga. Yang menjadi keharusan bagi kita adalah perbaikan dan persiapan yang baik. Keinginan kuat didukung dengan keimanan yang mantap tak kan menghalangi seseorang untuk dapat menggapai keberkahan dua hal tersebut.

Allah mengatur hubungan antara pasangan suami istri atas dasar yang kokoh, disertai janji kuat dan cinta yang mendalam yang akan melahirkan hak dan kewajiban bersama. Allah menganugerahkan perasaan dan kecenderungan seakan ia adalah belahan jiwa satu sama lain. Tiada kebahagiaan selain berjumpa sang pujaan bukan? Karena dengan itu akan terwujudlah ketentraman dan ketenangan jiwa yang merupakan tanda kesempurnaan manusia.

Dan perlu diingat kita semua, kesuksesan pernikahan tidak hanya dilihat dari dimensi prinsip saja. Faktor materi dan ruhiyah secara bersama sehingga keberhasilan itu berpengaruh terhadap keturunan dan keluarga. Tulisan ini saya buat karena melihat banyak para pemuda yang meniatkan menikah karena sekedar tertarik akan kecantikan atau harta dan diperparah dengan tanpa ada kesiapan mental, keimanan dan psikologi yang siap.

Saya doakan semoga yang membaca tulisan saya ini diberkahi Allah ta’ala
Dibukakan pintu rizki nya dengan menikah...
Didekatkan dengan jodoh yang terbaik dan sesuai kapasitasnya...
Dikarunia keturunan penjaga Agama Allah ini dan penjaga Quran...
Serta tergabung dengan keluarga yang penuh cinta kasih...

Refrensi Tambahan:
1. Al Quranul Karim
2. Get Samara with Nikah-Muhammad Nabil Kadzim
* Mohon maaf bila ada kesalahan dalam sikap keseharian penulis yang masih Saudara jumpai, mari saling mengingatkan dalam kesabaran dan kebaikan.^^

@teguhleader

*artikel karya saya ini dapat anda lihat pula di akun facebook saya: Teguh Setyawan (Al Kazim)
"TeguhRevolutioner", semangat be-revolusi untuk lebih baik dan peduli.