18-24 Romadhon 1434 H
RT 001 RW 003, Desa
Seso, Kecamatan Jepon, Kabupaten Blora
Assalamualaikum fii
romadhon...
Romadhon adalah
bulan renungan, bulan muhasabah. Muhasabah bagi musafir ilallah fiddunya yang
insyaallah sedang dalam safar untuk persiapan di pertinggalan abadi akhirot
nanti sebagaimana firman Allah yang terabadikan dalam kitabul karim surot Al
Baqoroh ayat 4.
“..dan mereka yang beriman kepada Kitab
(Al Quran) yang telah diturunkan kepadamu dan Kitab-kitab yang telah diturunkan
sebelummu, serta mereka yakin akan adanya (kehidupan) akhirat.”(TQS.AL
BAQOROH[2]: 4)
MANUSIA PENGHAMBA DUNIA
Sudah menjadi firoh
manusia tampaknya jika melakukan sesuatu harus ada suatu imbalan, balasan dari
apa yang diamalkan atau dikerjakan. Apakah ini salah? Laa..tidak, segala hal di
dunia ini halal kecuali ada syariat yang mengharamkannya. Sangat memotivasi jika
setiap amal baik kita akan diganjar dengan kehidupan akhirat yang membahagiakan.
Apalagi jika ganjaran itu ganjaran terlihat, atau kita melihatnya sebagai ganjaran
di dunia, pasti sangat lebih semangat.
Coba kita
renungkan, jika setiap kita berangkat sholat berjamaah di masjid atau surau
dibayar dengan uang tertentu (sebut saja 10 ribu rupiah saja), percaya deh masjid sebesar Istiqlal di Jakarta
pasti penuh sesak setiap hari.hehe
Namun sayangnya
tidak...Allah mengganjarkan dengan sesuatu yang lebih baik dan lebih dari uang
tersebut. Bagi saya..sungguh merugi orang yang menghendaki pahala dunia saja,
karena sungguh dunia ini hanya sementara.
“Barangsiapa yang menghendaki pahala di
dunia saja (maka ia merugi), karena di sisi Allah ada pahala dunia dan akhirat.
Dan Allah Maha Mendengar lagi Maha Melihat.” (TQS. AN-NISA[4]: 134)
Pada kesempatan
kali ini, ana ingin berbagi sedikit sesuatu yang ada dalam pikiran saya, sebuah
perenungan..perenungan yang bisa saja salah dan sangat mungkin jauh dari
kebenaran, yang pasti kita semua yakin bahwa kebenaran dari manusia itu tiada
yang ideal, relatif.
Mungkin sekilas
membaca judulnya akan membuat antum tertarik untuk membacanya, semoga menjadi
inspirasi.
KEINDAHAN NIKAH vs ROMADHON
Antara nikah dan
bulan romadhon..apa sih keterkaitan
antara kaduanya, simbiosis seperti apa yang muncul antara keduanya?hehe
Telah kita ketahui
bersama..amat spesial sekali bulan romadhon ini. Dari 12 bulan yang ada, hanya
satu yang paling mulia diantara 11 bulan yang lain. Sampai-sampai Allah
mengabadikan beberapa rekam sejarah penting di bulan ini, kita tengok saja
“milad” Quran jatuh pada bulan ini, kemudian Fathul Makkah pun terjadi di bulan
ini, Perang Badar dengan kemenangan gemilang pun ada di bulan ini, dan masih
banyak lagi rekam sejarah yang sangat menginspirasi kita.
Saking spesialnya
pula, setiap amalan sunnah yang kita kerjakan maka Allah ta’ala menghitungnya
sebagai ganjaran amalan wajib. Dan setiap amalan wajib diganjar dengan 70 kali
pahala amalan wajib di hari-hari biasa. Betapa melimpahnya karunia yang Allah
turunkan sampai-sampai Rosulullah menyatakan seandainya kita tahu keutamaan
bulan Romadhon ini, niscaya kita menginginkan setahun itu bulan romadhon.
(namun sayangnya banyak yang belum tahu ya).
Dan tahukah antum/
na jika kita meninggalkan puasa romadhon? Dalam riwayat Abu Daud, Ibnu Majah
dan Tirmidzi Rosulullah menyatakan bahwa sesiapa yang tidak berpuasa sehari
saja di bulan romadhon bukan karena keringanan yang diberikan Allah, maka puasa
yang ditinggalkan tersebut tak dapat digantikan dengan puasa setahun penuh
meskipun dia berpuasa setahun penuh. Dan ganjaran lainnya pun tak kecil memang,
dosa kita yang lalu diampuni Allah teruntuk orang yang berpuasa, masyaallah.
Kalau menikah?
Berhubung saya belum merasakan kebahagiaan sendiri secara langsung
‘’megaproyek’’ mulia ini (hanya kebagian kebahagiaan dari saudara-saudara) jadi
akan saya nukilkan firman Allah saja dalam surot Ar-Ruum ayat 21
“Dan di antara tanda-tanda
kekuasaan-Nya ialah Dia menciptakan untukmu isteri-isteri dari jenismu sendiri,
supaya kamu cenderung dan merasa tenteram kepadanya, dan dijadikan-Nya
diantaramu rasa kasih dan sayang. Sesungguhnya pada yang demikian itu
benar-benar terdapat tanda-tanda bagi kaum yang berfikir.”(TQS. AR-RUUM[30]: 21)
Ada lafadz “waja‘ala bainakum mawaddah warohmah” bagaimana
Allah menghadiahkan dua buah nikmat yang tak tampak dan menjadi kebutuhan pokok
emosi dan mental bagi kita yang mengamalkan ibadah nikah. Apa itu? Yaitu rasa
kasih sayang yang menimbulkan ketentraman. Dasarnya, manusia mempunyai empat
watak. Yaitu watak biologi, watak kejiwaan (psikologi), watak sosial dan watak
berpikir yang antara satu sama lain saling berhubungan. Dalam dunia hewan kita
hanya menemukan watak biologis dan sosial(kecenderungan berkumpul). Sementara
dalam kehidupan manusia hubungan antara watak tersebut sangat kompleks. Dan
fitroh kita kan bahwa kita selalu membutuhkan perhatian dan cinta dari orang
lain, sehebat-hebatnya Rosulullah pun tetap membutuhkan perhatian Abu Bakar ra
dan kasih sayang dari Khadijah ra. Apalagi kita?
NIKAH vs ROMADHON
Saudaraku,
ikhwahfillah rahimahullah..
Apa yang menjadi
renungan kita, coba antum perhatikan sebelas bulan kita beramal adalah bak
sekian rentang waktu untuk mempertahankan dan menyiapkan diri. Menyiapkan diri untuk
bisa lebih baik di romadhon selanjutnya serta mempertahankan keistiqomahan
amalan mulia setelah kita meninggalkan romadhon sebelumnya. Memang dalam hidup
ini tiada akhir sesinya, semua akan selalu mengalami pembaruan. Ketika kita
dulu menjadi senior di SMA, ternyata kita menjadi yunior lagi di kampus. Di
kampus bak raja, ternyata di dunia kerja harus menjadi baru lagi, hidup ini
selalu metamorfosis. Begitupula romadhon dalam hidup kita ini selalu
menghendaki perubahan yang baik atas diri kita.
Romadhon yang kita
lalui 29 ataupun 30 hari itu sangatlah singkat. Menurut saya, menikmati berkah
romadhon itu bukanlah sekedar euforia memenuhi shof masjid ketika malam pertama
romadhon. Bukanlah sekedar bahagia dapat berkumpul menghadiri agenda ngabuburit
(yang berakhir dengan telat sholat maghrib), dan bukanlah sekedar ngebut
nge-khatamin 2-3 kali namun ketika bulan lain sebulan pun ndak lewat dari 5
juz.
Bagi saya, meraup
berkah romadhon bukan dengan demikian. Itu adalah terlalu seremonial dan kita
akan mudah dijatuhkan setan pada pengamalan di bulan-bulan lainnya.
Sama dengan
menikah, menikah itu menyenangkan dan menentramkan serta impian bagi setiap
umat muslim. Menikah pun banyak berkah dan pemercepat rizki, menikah akan
membentengi nafsu syahwat kita serta membentengi diri dari fitnah lawan jenis.
Sama dengan romadhon, menanti waktu tepat untuk menikah pun merupakan suatu
tantangan tersendiri yang tak tertahankan, kita pasti sepakat bahwa menahan perasaan
dan keinginan untuk diperhatikan adalah amat berat. Bagi yang mengatahui
nikmatnya berkah romadhon dan menikah tentu kita akan sangat rindu yang tak
tertahan dangan kedua hal ini.
Jika kita bandingkan
dan renungkan, menikah pun tak sekedar karena kita memenuhi faktor biologis,
sosial, psikologis dan akal. Secara biologis keinginan ini muncul seiring
dengan pertumbuhan dan kematangan (baligh) seseorang. Menikah tak sekedar
indahnya malam pertama. Namun bagaimana malam-malam selanjutnya yang akan
dihadapi pasangan suami istri apakah sanggup mereka menjaga kebahagiaan malam
pertama mereka hingga akhir hayat memisahkan? Kita kaitkan dengan romadhon,
kita biasanya hanya semangat ketika di awal romadhon. Namun seiring hari
ternyata semangat itu memudar, seolah lupa dengan semangatnya di bulan Rojab
dan sya’ban dulu yang katanya “Recharging our iman with romadhon”. Begitulah
berumahtangga bukan bagaimana menyiapkan kemewahan pesta pernikahan atupun
bagaiman menikmati indahnya malam pertama. Namun bagaimana kita menyiapkan
mental dan akal kita untuk tetap bahagia di masa-masa mendatang.
Secara sosial
menikah adalah karena keinginan untuk membentuk keluarga dan menyatukan
keluarga.
“Hai manusia, sesungguhnya Kami menciptakan kamu dari
seorang laki-laki dan seorang perempuan dan menjadikan kamu berbangsa - bangsa
dan bersuku-suku supaya kamu saling kenal-mengenal. Sesungguhnya orang yang
paling mulia diantara kamu disisi Allah ialah orang yang paling taqwa diantara
kamu. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui lagi Maha Mengenal.”(TQS AL HUJUROT[49]: 13)
Yah, ketika
romadhon sepuluh hari pertama masjid dan surau kita begitu sesak dengan jamaah.
Bahkan berjubel ada yang pasang tenda di luar masjid untuk menampung “jamaah
tahunan” tersebut. Namun seiring waktu hingga hari kelimabelas, tenda mulai
sepi. Jamaah mengalami “kemajuan”, kemajuan shof solatnya tapi.
Sama, menikah pun
demikian. Bukan menyoal bagaimana kita bersikap manis kepada Bapak Ibu mertua
sewaktu khitbah saja, bukan hanya bagaimana keceriaan kedua keluarga besar
mempelai bersatu dalam kebahagiaan ketika walimatul
ursy. Justru tantangannya adalah seperti jamaah tarowih tadi (menjaga
semangat jamaah agar senantiasa menjaga izzah semangatnya hingga romadhon
berakhir), yaitu bagaimana kita tetap berlaku sopan dan sayang dengan orangtua
istri/ suami kita. Bagaimana kita menjaga kehormatan dan selalu berpikir
positis dalam menjalani persaudaraan dengan kerabat istri kita (mushoharoh).
Jika kita meyiapkan
diri menyambut romadhon dua bulan sebelumnya (rojab dan sya’ban) maka
menikahpun juga perlu persiapan jau-jauh dekade sebelumnya (belajar dan
bekerja). Pernahkah kita berpikir, kenapa ketika kita berpuasa keinginan diri
untuk makan ini-itu begitu besar (hingga semua dibeli) namun ketika waktu
berbuka sudah tiba, tak satupun santapan itu tadi ingin kita santap. Rasa itu
serasa hilang. Begitulah, ketika kita belum menikah bayangan enak dan bahagia
hanya di angan. Nafsu terasa begitu menggebu. Namun ketika sudah menikah,
tiba-tiba rasa itu hilang. Hal seperti ini jika tidak disertai ruhani yang kuat
maka perceraian tak kan dielakkan.
Inilah
tantangannya, dari sisi akal menikah adalah karena keinginan untuk melengkapi
diri dengan sesuatu yang baik dan membentuk generasi yang berkualitas. Memilih
seseorang untuk menjadi teman hidup yang seumur hidup haruslah penuh
kebijaksanaan. Karena istri/ suami bukanlah baju yang jika kita pakai tidak
sesuai dan tidak pas lantas kita buang ganti yang baru. Dia adalah makhluk,
yang punya perasaan dan akal. Dia nanti yang akan menjadi imam atau menjadi ibu
bagi anak-anak kita.
Generasi yang
berkualitas lahir dan diasuh oleh generasi yang berkualitas pula. Imam Ali ra.
Memperingatkan, “Janganlah kalian
menyusukan anak kalian kepada perempuan idiot dan rabun. Sesungguhnya susu itu
akan menular padanya.” Bagaimana “bibit dan ladang” yang baik sangat
berpengaruh terhadap hasil panen nanti. Tentu antum/ na menghendaki hasil panen
yang subur dan melimpah bukan?
MELAHIRKAN GENERASI MUSLIM PLATINUM
Menghargai Kecantikan
“Wanita dinikahi karena empat hal: karena hartanya,
nasabnya, kecantikannya dan karena agamanya. Maka dapatkan wanita karena
agamanya engkau akan beruntung.” (HR. Bukhori-Muslim)
Kecantikan adalah
tuntutan syar’i. Dan menjaganya adalah kewajiban. Kita juga telah diingatkan
bahwa kita diciptakan dalam sebaik-baiknya bentuk dan Allah adalah Dzat yang
indah dan menyukai keindahan. Kecantikan yang wajib kita jaga ini adalah
kecantikan dalam dan luar. Kepribadian baik akan mempercantik inner beauty seseorang, sedangkan
kecantikan luar adalah relatif (kasat mata) dan bagi saya, kecantikan sejati
adalah kecantikan yang menggabungkan keduanya.
Dari hadis diatas
bahkan menurut Ibnu Hajar al-Asqolani menyimpulkan bahwa menikahi wanita yang
cantik adalah sebuah kesunnahan. Hal ini diperkuat yaitu Rosulullah mengijinkan
kita melihat wanita yang dikhitbah untuk menyempurnakan kecintaannya.
“Sebaik-baik wanita adalah jika engkau memandangnya maka
ia akan membuatmu senang, jika kau perintah ia menaatimu.”(HR. Abu Dawud)
Saat ini kita
melihat orang memandang hanya pada sebatas fisik saja, tanpa mengetahui
kandungan nikmat di dalamnya, sehingga ketika kecantikan itu pudar hilanglah
rasa sayang itu. Buta mata hati kita karena tak dapat menikmati dan melihat
kecantikan hati.
Subur Keturunan
Regenerasi
keturunan(estafeta khilafah) merupakan salah satu dari faktor tujuan hidup.
Tujuan dari melahirkan keturunan adalah untuk menambah kuatnya keterikatan
suami istri. Perhatian akan semakin uat dengan hadirnya anak.
“Nikahilah wanita yang subur dan penyayang.” (HR. Abu Dawud)
Kenapa Rosulullah
menganjurkan yang subur? Karena Rosul bangga dengan kita yang punya banyak
keturunan..tapi..tidak sekedar banyak..namun juga berkualitas. Sifat penyayang
istri adalah aspek penting untuk mentarbiyah(mendidik) putra putri kita nanti.
Mushoharoh dan Nasab
Sebuah keluarga
yang memiliki derajat rendah bisa naik sebab pernikahan, yang lemah pun bisa
menjadi kuat melalui persekutuan keluarga yang tentunya lahir dari pernikahan.
Di daerah kesukuan
atau pedesaan, kedudukan nasab sangat berarti sekali karena akan membawa
pengaruh dalam strata bahkan politik. Namun untuk wilayah kota, hal seperti ini
tidakbegitu berpengaruh.
Dalam islam, maksud
utama dianjurkan memilih istri yang diketahui nasabnya adalah agar seseorang
menikahi gadis yang murni dan memiliki akhlak yang baik (karena gadis yang baik
nasabnya insyaallah akan berpegang teguh pada nilai-nilai dan adat. Seperti pesan
Umar ra. :
“Ketahuilah nasab kalian maka kalian akan mengetahui
asal-usul kalian, sehingga kalian menyambung kerabat kalian.”
Hubungan nasab dan
mushoharoh menurut saya bukan hanya menyoal klaim keluarga baik saja, namun
juga termasuk menyoal masalah sosial dan ekonomi. Lihatlah di dunia Barat,
pasangan suami istri yang mengabaikan persetujuan keluarga mereka niscaya dapat
menyebabkan pernikahan keduanya berada dalam terpaan angin kuat saat menghadapi
gonjang-ganjing ekonomi atau problema keluarga. Tentu sangat jauh berbeda
dengan kondisi pernikahan yang di dalamnya terdapat kebersamaan sosial.
Kebersamaan yang akan melanggengkan pernikahan secara maknawi dan materi karena
adanya penanggungan masalah secara bersama.
Kecukupan
Harta
Dalam pernikahan, harta bukanlah sebuah tolak
ukur kebahagian. Justru kelayakan (kafaah) dari kedua pasangan-lah serta
karakter keduanya yang merupakan sebuah modal primer keluarga baru tersebut.
Namun tidak munafik memang, persoalan harta sering menjadi faktor perhatian
kedua belah pihak mempelai dan keluarga dengan alasan sulitnya ekonomi di masa
sekarang apalagi di Indonesia. Sehingga hal ini membuat pemuda-pemudi urung
menunda menikah karena alasan ekonomi. Padahal kecukupan harta ini adalah
wewenang Allah asal kita bertawakkal kepada-Nya.
Kecukupan harta tidaklah harus diartikan
dengan berharta melimpah. Makna kekayaan pun masih absurd maknanya (relatif),
menurut saya kecukupan harta diartikan sebagai kebahagiaan karena dapat
tercukupi kebutuhan rumah tangganya ketika diperlukan. Sederhana, namun ketika
ingin rumah uangnya cukup untuk beli rumah. Ketika menginginkan kendaraan,
alhamdulillah cukup untuk membeli motor. Inilah buah ketawakkalan kepada Allah.
Kebaikan
Budi Pekerti dan Pengetahuan Agama
Bagi saya, dua hal
ini sangat primer dan paling penting daripada yang saya sebutkan di atas.
Karena dengan keduanya, seseorang akan mendapatkan dunia dan akhirat sekaligus.
Siapa yang tidak mau coba?
Wasiat Rosulullah
bahwa Agama adalah interaksi yang baik dengan Allah SWT (hablumminallah)
sedangkan pekerti adalah interaksi yang baik dengan manusia (hablumminannaas).
Jadi menimbang seseorang dari dua faktor ini sangat penting. Ingat..ini orang
yang akan mendampingi kita seumur hidup loo..bukan sehari dua hari atau sekian
tahun seperti orang tua kita.
Dan bagi orangtua,
Rosulullah juga telah menasihati agar menikahkan dengan orang yang dicintai
putra-putrinya meskipun seorang fakir.
Kesimpulan
Merenungkan dua hal
yaitu pernikahan dan bulan ramadhan selalu pada hal yang ironi karena kelemahan
iman dan salah dalam memandang. Kita memandang Ramadhan penuh berkah namun
keimanan kita masih malas untuk menggapainya. Kita Melihat menikah itu sebuah
kebahagiaan, namun ilmu, pekerti serta agama yang lemah menjadi penghancur
angan itu ketika kita telah berumah tangga. Yang menjadi keharusan bagi kita
adalah perbaikan dan persiapan yang baik. Keinginan kuat didukung dengan
keimanan yang mantap tak kan menghalangi seseorang untuk dapat menggapai
keberkahan dua hal tersebut.
Allah mengatur
hubungan antara pasangan suami istri atas dasar yang kokoh, disertai janji kuat
dan cinta yang mendalam yang akan melahirkan hak dan kewajiban bersama. Allah
menganugerahkan perasaan dan kecenderungan seakan ia adalah belahan jiwa satu
sama lain. Tiada kebahagiaan selain berjumpa sang pujaan bukan? Karena dengan
itu akan terwujudlah ketentraman dan ketenangan jiwa yang merupakan tanda
kesempurnaan manusia.
Dan perlu diingat
kita semua, kesuksesan pernikahan tidak hanya dilihat dari dimensi prinsip
saja. Faktor materi dan ruhiyah secara bersama sehingga keberhasilan itu
berpengaruh terhadap keturunan dan keluarga. Tulisan ini saya buat karena
melihat banyak para pemuda yang meniatkan menikah karena sekedar tertarik akan
kecantikan atau harta dan diperparah dengan tanpa ada kesiapan mental, keimanan
dan psikologi yang siap.
Saya doakan semoga
yang membaca tulisan saya ini diberkahi Allah ta’ala
Dibukakan pintu
rizki nya dengan menikah...
Didekatkan dengan
jodoh yang terbaik dan sesuai kapasitasnya...
Dikarunia keturunan
penjaga Agama Allah ini dan penjaga Quran...
Serta tergabung dengan keluarga yang penuh cinta kasih...
Refrensi Tambahan:
1. Al Quranul Karim
2. Get Samara with
Nikah-Muhammad Nabil Kadzim
*
Mohon maaf bila ada kesalahan dalam sikap keseharian penulis yang masih Saudara
jumpai, mari saling mengingatkan dalam kesabaran dan kebaikan.^^
@teguhleader
*artikel karya saya ini dapat anda lihat pula di akun facebook saya: Teguh Setyawan (Al Kazim)
"TeguhRevolutioner", semangat be-revolusi
untuk lebih baik dan peduli.