“Wahai segenap kaum Muhajirin,
lima perkara yang aku berlindung kepada Allah jangan sampai kalian
mengalamainya.
1. Tidaklah
suatu kaum mengerjakan perbuatan keji sehingga dilakukan secara terang-terangan
kecuali mereka akan ditimpa dengan berbagai wabah dan penyakit yang belum
pernah menimpa orang-orang sebelumnya.
2. Tidaklah
suatu kaum mengurangi takaran dan timbangan , melainkan mereka akan ditimpa
paceklik (kekurangan pangan), tandusnya tanah dan dholimnya penguasa.
3. Dan
tidaklah suatu kaum enggan mengeluarkan zakat hartanya kecuali akan ditahan
turun nya hujan dari langit, dan sekiranya bukan karena binatang ternak (yang
memerlukan air) mereka tidak akan diberi hujan.
4. Dan
tidaklah suatu kaum mengingkari janji, melainkan Allah akan mendatangkan
musuh-musuh dari luar golongan mereka lalu mereka akan merampas sebagian dari
harta kekayaan mereka.
5. Dan
selama para pemimpin mereka tidak mengamalkan apa yang Allah turunkan dalam
kitabNya, niscaya benturan-benturan kekerasan akan menimpa diantara mereka.
(Hadis Riwayat Ibnu Majah diberitakan oleh Abdullah bin Umar ra.)
RESOLUSI MASYARAKAT ISLAMI
Menggantungkan harapan bukanlah
suatu yang salah, bahkan sebuah keharusan bagi setiap manusia. Dengan harapan,
keinginan, dan cita-cita akan memberi orientasi hidup seseorang, komunitas
bahkan sebuah bangsa untuk bergerak, berinovasi, berkreasi tiada henti agar
harapan yang dicanangkan tadi menjadi nyata.
Masalahnya...penggantungan
harapan selalu disertai pemenuhan hukum sebab-akibat yang menjadikannya
terwujud atau tidak.
Setiap kaum muslimin yang “sehat
pemahaman” islam nya pasti akan mendambakan di dunia ini kehidupan yang
memberikan peluang kebebasan baginya untuk beribadah kepada Allah tanpa
gangguan serta kehidupan dunia yang produktif untuk menunjang aktifitas ibadah
tersebut.
Untuk mewujudkan harapan dan
cita-cita yang dirindukan umat islam sebagai sebuah entitas diperlukan syarat
yang cukup berat. Salah satu aspek yang penting itu adalah hidupnya tatanan
masyarakat Islam yang akhirnya mewarnai kehidupan masyarakatnya dengan Islam.
Masalah yang ada sekarang adalah umat
tidak memiliki ideal type tentang
masyarakat islam yang mereka inginkan. Padahal, ketika masyarakat dambaan itu
sudah hadir...maka semua umat pun akan merasakan kesejukan iman di bawah
naungannya, dan tantangan merawat keadaan itu agar tidak raib pun bukanlah
perkara yang mudah.
Yah, hal apapun yang menjadi
resolusi kita di tahun 1436 H dan 2015 M ini, hendaknya adalah resolusi yang
bisa menjadikan terbentuknya masyarakat yang islami. Entah resolusi keluarga
islami, ekonomi islami, ketahanan pangan dan kesehatan, pengetahuan dan
teknologi...semua hal haruslah menunjang visi besar kita. Visi besar dan visi
semua umat muslim.
REFLEKSI SEBAB-AKIBAT
Tahun demi tahun itu ibarat
potongan masa. Ketika sudah berlalu, maka itu hanya menjadi bagian catatan masa
lalu. Maka benar pemeo yang mengatakan bahwa “Waktu adalah sumber daya yang
tidak bisa diperbaharui.”
Berbicara refleksi di potongan
masa yang kemarin, sejenak scroll
kembali mouse atau tuts keyboard anda ke hadits pembuka tulisan ini. Keseluruhan dari hukum sebab akibat sosial
kemasyarakatan yang dikhawatirkan oleh Rosulullah pada hadits tersebut telah
dirasakan oleh umat islam di negeri ini.
Marak dan beragamnya penyakit
yang belum pernah menimpa orang-orang sebelumnya menjadi indikator pertama yang
pantas kita renungkan dan layangkan mata perhatian kita kesana. Dunia
kedokteran terus disibukkan dengan beragam varian penyakit baru yang belum diketahui
obatnya. Ini semua akibat dari perbuatan keji yang terang-terangan. Mengapa
Rosulullah memakai kata-kata keji? Kenapa bukan diksi “perbuatan buruk”? Ini
pun hendaknya juga menjadi renungan bagi kita. Keji itu dimaknai sebagai
perbuatan yang secara sosial semua orang menilai itu tindakan bahaya dan
merugikan bagi si pelaku ataupun orang lain tapi oleh si pelaku ataupun
masyarakat menilai itu biasa saja. Maraknya kasus tewasnya masyarakat menenggak
miras oplosan beberapa waktu lalu seharusnya cukup mengingatkan kita. Saya rasa
semua agama, semua bangsa sudah tahu bahwa miras itu lebih banyak bahayanya
daripada manfaatnya. Dan kemanfaatan dari barang berbahaya itu hanya bisa
didapat oleh orang yang berakal.
Paceklik, kekurangan pangan,
kerusakan lahan pertanian, hutan, ekologi yang rusak akibat eksploitasi
penambang ugal-ugalan. Tak cukup di situ, kelangkaan bibit pertanian, pupuk dan
obat-obatan pertanian pun telah lama menghantui negara agraris dengan kuota
penduduk yang amat besar ini.
Kedaulatan pangan dalam corong
bahaya dan sewaktu-waktu bisa jatuh ke dalam keadaan crisis tanpa cadangan pangan yang berarti. Ikhtiar mengimpor
kebutuhan sembako setidaknya sebuah indikator poin kedua hadits di atas. Sebuah
konsekuensi secara kauniy akibat “kaum yang mengurangi takaran dan timbangan.”
Dan keadaan ini semakin miris dengan diserahkannya kedaulatan energi kepada
pihak asing setelah sumber-sumber energi tidak terbarukan, gas alam, dan
batubara diserahkan eksploitasinya kepada asing. Penyerahan kedaulatan pangan,
energi, perdagangan, investasi ini diambil dengan dalih swastanisasi sektor
publik. Dengan ikut meratifikasi pendirian WTO (World Trade Organization) melalui UU No. 7 tahun 1994 maka seluruh
kesepakatan dibawah WTO mutlak harus diikuti Indonesia. (scroll kembali dan renungkan poin dua yang disampaikan Rosulullah)
Akibat tindakan dholim manusia
yang durhaka dari menunaikan hak harta (zakat) pun telah diberitakan Rosulullah
akan mendapat hukuman secara kauniy dengan ditahannya hujan. Dan pikirkan!
Sekiranya bukan karena kasih sayang Allah kepada hewan ternak di muka bumi,
niscaya bumi tak akan dibasahi setetes hujan pun. MasyaAllah..manusia yang dulu
berkata “Siap!!” ketika diminta menjadi kholifah di bumi ini justru menumpang
“pemenuhan” kebutuhannnya kepada binatang ternak!
Nabi pun memberitakan akibat
lanjut dari kaum yang memungkiri janji, sehingga pihak asing intervensi dan
merampas kekayaan mereka. Ini adalah tataran kerusakan norma sosial
kemasyarakatan. Para pemimpin kita, para politisi yang mengingkari janji mereka
untuk menunaikan amanah harta kekayaan yang seharusnya digunakan untuk kepentingan
rakyat agar rakyat berkecukupan dan
dengan harta itu agar rakyat dapat melaksanakan perintah Allah justru mereka
ingkari. Terungkapnya tindak pidana korupsi di potongan masa kemarin setidaknya
menjadi rapor merah. Dan ini terjadi hampir tiap tahun.
Regulasi, perundangan yang
dikeluarkan oleh mereka yang mengklaim memikul amanah rakyat tersebut justru
menyerahkan dan menjual kepada pihak asing. Akhirnya sumber daya alam dikeruk
dan dibawa keluar dalam bentuk bahan menatah untuk menghidupi industri asing,
sementara rakyat hanya menjadi kuli saja! (renungkanlah pesan 3 Rosulullah
bagaimana Allah datangkan musuh dari luar golongan mereka dan merampas harta
kekayaan mereka)
Para pemimpin umat Islam sendiri,
yang tidak menerapkan hukum Allah dan syariatNya. Dilema akut, umat yang
mayoritas dijauhkan dari pelaksanaan dienNya,
setelah sebelumnya mereka semua dijauhkan dari syiar nilai-nilai islam sehingga
pemahaman mereka rusak dan dangkal. Akhirnya berkah kehidupan mereka dicabut!
Sebagian kecil umat islam yang
komitmen dengan seruan syiar islam yang benar dan konsisten dengan tuntunan
syariat Allah mau tidak mau berbenturan dengan umat islam lain yang lebih besar
(mereka dijauhkan dari syiar nilai islam yang benar). Dan pahitnya lagi, umat
islam yang lebih besar telah dijejali stigma bahwa sekelompok yang kecil tadi
adalah kelompok ekstrim dan terkait dengan teroris, naudzubillah.
Jadilah persis dengan apa yang
dikhawatirkan Rosulullah bahwa “Sebagian merasakan kekerasan sebagian yang
lain.”
SIMPULAN
Harapan untuk hidup nyaman di
bawah naungan pelaksanaan hak-hak Allah (pelaksanaan syariat) dan keadilan
sistem politik yang benar di bawah sistem yang Islam masihlah harus menjadi
resolusi kita bersama di potongan masa kedepannya.
Hukuman qodari akibat meninggalkan
aturan syar’i tersebut telah ditetapkan Allah dalam kitabNya. Baik ketetapan
yang taufiqi maupun arahan umum untuk berbuat adil dalam segala sesuatu. Semua
nyata dalam kehidupan yang memiliki bashiroh ini.
Diselesaikan di Pondok Betung 2
Januari 2015, 10.58 UTC -- mengiringi kepergian 1435 H dan 2014 M
Selamat datang 1436 H dan 2015 M!