Minggu, 14 Juli 2013

MEMANDANG DENGAN IKHLAS, BERAMAL DENGAN TULUS

Imam Syafi’i pernah memberi nasihat kepada seorang temannya, “Wahai Abu Musa, jika engkau berijtihad dengan sebenar-benar kesungguhan untuk membuat seluruh manusia ridho (suka), maka itu tidak akan terjadi. Jika demikian, maka ikhlaskan amalmu dan niatmu karena Allah Azza wa Jalla.”

Ramadhan Mubarokallah J
Di bulan yang mulia ini marilah kita sama-sama evaluasi diri kita agar jauh dari hasud dan prasangka terhadap diri kita dan orang lain.

Ada sebuah kisah seorang sahabat saya, beliau teramat baik dan sempurna di mata saya. Bahkan merupakan inspirasi saya. Di berbagai kegiatan organisasi aktif, keilmuan agama mumpuni. Ilmu dunia? Apalagi, sangat hebat dan berkompeten. Seiring waktu semakin banyak yang kagum dan menaruh hormat pada beliau. Hingga suatu ketika beliau menyampaikan kepada saya selaku sahabat dekat, bahwa ternyata banyak orang di luar sana yang tidak menyukainya dan menghasud bahwa beliau orang yang suka pamer dan egois serta sombong. Naudzubillah...dalam nurani saya, bagaimana bisa sosok karakter seperti beliau membuat orang iri. Dalam pikiran saya pasti terjadi sesuatu hal..saya hanya menganjurkan beliau untuk tetap istiqomah beramal dan senantiasa ikhlas, bersabar serta berlapang dada memafkan.

KEIKHLASAN YANG MEMUDAR DALAM DIRI UMAT
Jika merujuk kepada Al-Qur’an dan Sunnah, kita akan menemukan pangkal masalahnya, yaitu hati yang rusak karena kecenderungan pada syahwat. “Sesungguhnya bukanlah mata itu yang buta, tetapi yang buta ialah hati yang di dalam dada.” (TQS. Al-Hajj: 46).

Rasulullah saw. bersabda, “Ingatlah bahwa dalam tubuh ada segumpal daging, jika baik maka seluruh tubuhnya baik; dan jika buruk maka seluruhnya buruk. Ingatlah bahwa segumpul daging itu adalah hati.” (Muttafaqun ‘alaihi). Imam Al-Ghazali pernah ditanya, “Apa mungkin para ulama (para dai) saling berselisih?” Ia menjawab,” Mereka akan berselisih jika masuk pada kepentingan dunia.”

Pengobatan hati haruslah menjadi prioritas karena hati adalah pangkal segala kebaikan dan keburukan. Dan obat hati yang paling mujarab hanya ada dalam satu kata ini: ikhlas.

Kenapa Ikhlas? Karena perbuatan yang ikhlas adalah perbuatan yang tidak menyertakan kepentingan pribadi ataupuan imbalan duniawi dari apa yang dapaat dia lakukan. Konsentrasi orang ikhlas hanya satu, yakni bagaimana agar apa yang dilakukannya diterima oleh Allah. Coba kita renungkan, jika hati terbiasa ikhlas dan pikiran selalu positif (husnudhon) maka kejadian seperti di atas insyaallah tak kan terjadi. Kita akan tulus dalam mengamalkan amalan (ibadah) serta ikhlas melihat kebaikan dan kemuliaan dalam diri saudara kita, bukan justru riya’ dan iri.

MAKNA IKHLAS
Apakah ikhlas itu? Secara bahasa, ikhlas bermakna bersih dari kotoran dan menjadikan sesuatu bersih tidak kotor. Maka orang yang ikhlas adalah orang yang menjadikan agamanya murni hanya untuk Allah saja dengan menyembah-Nya dan tidak menyekutukan dengan yang lain dan tidak riya dalam beramal. Sedangkan secara istilah, ikhlas berarti niat mengharap ridha Allah saja dalam beramal tanpa menyekutukan-Nya dengan yang lain. Memurnikan niatnya dari kotoran yang merusak.

Orang yang ikhlas adalah orang yang tidak menyertakan kepentingan pribadi atau imbalan duniawi dari apa yang dapat ia lakukan. Konsentrasi orang yang ikhlas cuma satu, yaitu bagaimana agar apa yang dilakukannya diterima oleh Allah SWT. Jadi ketika sedang memasukan uang ke dalam kotak infaq, maka fokus pikiran kita tidak ke kiri dan ke kanan, tapi pikiran kita terfokus bagaimana agar uang yang dinafkahkan itu diterima di sisi Allah.

Ikhlas, terletak pada niat hati. Luar biasa sekali pentingnya niat ini, karena niat adalah pengikat amal. Orang-orang yang tidak pernah memperhatikan niat yang ada di dalam hatinya, siap-siaplah untuk membuang waktu, tenaga, dan harta dengan tiada arti. Keikhlasan seseorang benar-benar menjadi amat penting dan akan membuat hidup ini sangat mudah, indah, dan jauh lebih bermakna.

Apapun yang dilakukan kalau konsentrasi kita hanya kepada Allah, itulah ikhlas. Seperti yang dikatakan Imam Ali bahwa orang yang ikhlas adalah orang yang memusatkan pikirannya agar setiap amalnya diterima oleh Allah. Seorang pembicara yang tulus tidak perlu merekayasa kata-kata agar penuh pesona, tapi ia akan mengupayakan setiap kata yang diucapkan benar-benar menjadi kata yang disukai oleh Allah. Bisa dipertanggungjawabkan kebenarannya. Bisa dipertanggungjawabkan artinya. Selebihnya terserah Allah. Kalau ikhlas walaupun sederhana kata-kata kita, Allah-lah yang kuasa menghujamkannya kepada setiap qalbu.

Oleh karena itu, jangan terjebak oleh rekayasa-rekayasa. Allah sama sekali tidak membutuhkan rekayasa apapun dari manusia. Allah Mahatahu segala lintasan hati, Mahatahu segalanya! Makin bening, makin bersih, semuanya semata-mata karena Allah, maka kekuatan Allah yang akan menolong segalanya.

BAHAYA TIDAK IKHLAS BERAMAL
Buah apa yang didapat dari seorang hamba yang ikhlas itu? Seorang hamba yang ikhlas akan merasakan ketentraman jiwa, ketenangan batin. Betapa tidak? Karena ia tidak diperbudak oleh penantian untuk mendapatkan pujian, penghargaan, dan imbalan. Kita tahu bahwa penantian adalah suatu hal yang tidak menyenangkan. Begitu pula menunggu diberi pujian, juga menjadi sesuatu yang tidak nyaman. Lebih getir lagi kalau yang kita lakukan ternyata tidak dipuji, pasti kita akan kecewa.

Tapi bagi seorang hamba yang ikhlas, ia tidak akan pernah mengharapkan apapun dari siapapun, karena kenikmatan baginya bukan dari mendapatkan, tapi dari apa yang bisa dipersembahkan. Jadi kalau saudara mengepel lantai dan di dalam hati mengharap pujian, tidak usah heran jikalau nanti yang datang justru malah cibiran.

Tidak usah heran pula kalau kita tidak ikhlas akan banyak kecewa dalam hidup ini. Orang yang tidak ikhlas akan banyak tersinggung dan terkecewakan karena ia memang terlalu banyak berharap. Karenanya biasakanlah kalau sudah berbuat sesuatu, kita lupakan perbuatan itu. Kita titipkan saja di sisi Allah yang pasti aman. Jangan pula disebut-sebut, diingat-ingat, nanti malah berkurang pahalanya.

Lalu, dimanakah letak kekuatan hamba-hamba Allah yang ikhlas? Seorang hamba yang ikhlas akan memiliki kekuatan ruhiyah yang besar. Ia seakan-akan menjadi pancaran energi yang melimpah. Keikhlasan seorang hamba Allah dapat dilihat pula dari raut muka, tutur kata, serta gerak-gerik perilakunya. Kita akan merasa aman bergaul dengan orang yang ikhlas. Kita tidak curiga akan ditipu, kita tidak curiga akan dikecoh olehnya. Dia benar-benar bening dari berbuat rekayasa. Setiap tumpahan kata-kata dan perilakunya tidak ada yang tersembunyi. Semua itu ia lakukan tanpa mengharap apapun dari orang yang dihadapinya, yang ia harapakan hanyalah memberikan yang terbaik untuk siapapun.

Sungguh akan nikmat bila bergaul dengan seorang hamba yang ikhlas. Setiap kata-katanya tidak akan bagai pisau yang akan mengiris hati. Perilakunya pun tidak akan menyudutkan dan menyempitkan diri. Tidak usah heran jikalau orang ikhlas itu punya daya gugah dan daya ubah yang begitu dahsyat.

MEMBINA PRIBADI YANG IKHLAS
Dalam sebuah hadis yang diriwayatkan Anas bin Malik ra., ia berkata: Aku pernah berjalan bersama Rasulullah saw. Beliau mengenakan selendang dari Najran yang kasar pinggirnya. Tiba-tiba seorang badui berpapasan dengan beliau, lalu menarik selendang beliau dengan kuat. Ketika aku memandang ke sisi leher Rasulullah saw. ternyata pinggiran selendang telah membekas di sana, karena kuatnya tarikan. Orang itu kemudian berkata: Hai Muhammad, berikan aku sebagian dari harta Allah yang ada padamu. Rasulullah saw. berpaling kepadanya, lalu tertawa dan memberikan suatu pemberian kepadanya. (HR Muslim)

Subhanallah, Rasulullah saw. malah memberikan harta (berinfak), padahal orang badui itu memintanya dengan kasar. Tapi itulah Rasulullah saw. sudah mengajarkan kepada umatnya bahwa beramal baik harus ikhlas dan tanpa pertimbangan untung-rugi lagi.

Demikian mulia nya Rosulullah menjadi uswah bagi kita, beliau teramat ikhlas dalam melihat orang lain dan tulus dalam beramal. Coba kita renungkan beliau teramat tulus sekali memberikan senyum kepada orang badui tersebut, bahkan memberikan suatu pemberian kepada badui tersebut sebagaimana yang ia minta. Dan lihatlah bagaimana keikhlasan beliau dalam bersabar dan menerima keadaan badui tersebut, beliau pasti berpikir bahwa badui ini orang yang belum tahu jadi tak pantas kita marah kepadanya (walaupun beliau berhak membalas atau marah). Namun dapat kita lihat keikhlasan beliau melihat orang lain dari kaca mata positif melahirkan ketulusan senyum dan pemberian.

Kembali kepada kisah sahabat saya tadi, saya selalu berpositif sangka bahwa apapun yang beliau lakukan adalah tulus lillahi ta’ala. Tak mengharapkan pujian ataupun tersirat dalam hatinya untuk ingin mendominasi. Dan yang harus menjadi muhasabbah bagi beliau adalah agar lebih tulus dalam beramal. Karena beramal di hadapan orang banyak akan rawan meruntuhkan ketulusan kita serta rawan untuk menumbuhkan rasa iri dalam dada orang yang melihatnya. Namun saya juga akan berusaha berpositif sangka bahwa orang yang mengklaim beliau sombong dan egois serta suka pamer mungkin belum mengenal pribadi beliau yang sebenarnya sehingga timbul asumsi dalam hati dari mata, mungkin mereka belum hati-hati bahwa sangkaan itu dari setan. Dan diperlukan sikap ikhlas seperti yang diteladankan Rosulullah tadi dalam melihat segala kelebihan dan kekurangan seseorang.

Perjalanan waktulah yang akan menentukan seorang itu ikhlas atau tidak dalam beramal. Dengan melalui berbagai macam ujian dan cobaan, baik yang suka maupun duka, seorang akan terlihat kualitas keikhlasannya dalam beribadah, berdakwah, dan berjihad. Dan tujuan yang hendak dicapai orang yang ikhlas adalah ridha Allah, bukan ridha manusia. Sehingga, mereka senantiasa memperbaiki diri dan terus beramal, baik dalam kondisi sendiri atau ramai, dilihat orang atau tidak, mendapat pujian atau celaan. Karena mereka yakin Allah Maha melihat setiap amal baik dan buruk sekecil apapun.

Pantaslah seorang ulama ahli hikmah menasihatkan,“Perbaikilah amal perbuatanmu dengan ikhlas, dan perbaikilah keikhlasanmu itu dengan perasaan bahwa tidak ada kekuatan sendiri, bahwa semua kejadian itu hanya semata-mata karena bantuan pertolongan Allah saja.“

Semoga Allah mengaruniakan kepada kita hati yang ikhlas. karena betapapun kita melakukan sesuatu hingga bersimbah peluh berkuah keringat, habis tenaga dan terkuras pikiran, kalau tidak ikhlas melakukannya, tidak akan ada nilainya di hadapan Allah. Bertempur melawan musuh, tapi kalau hanya ingin disebut sebagai pahlawan, ia tidak memiliki nilai apapun. Menafkahkan seluruh harta kalau hanya ingin disebut sebagai dermawan, ia pun tidak akan memiliki nilai apapun. Mengumandangkan adzan setiap waktu shalat, tapi selama adzan bukan Allah yang dituju, hanya sekedar ingin memamerkan keindahan suara supaya menjadi juara adzan atau menggetarkan hati seseorang, maka itu hanya teriakan-teriakan yang tidak bernilai di hadapan Allah, tidak bernilai!

Nah, sahabat revolutioner. Orang yang ikhlas adalah orang yang punya kekuatan, ia tidak akan kalah oleh aneka macam selera rendah, yaitu rindu pujian dan penghargaan ataupun iri terhadap kemuliaan orang lain. Allaahu Akbar. Wallahu’alam.


*Refrensi tambahan:

* Mohon maaf bila ada kesalahan dalam sikap keseharian penulis yang masih Saudara jumpai, mari saling mengingatkan dalam kesabaran dan kebaikan.^^

@teguhleader
*artikel karya saya ini dapat anda lihat pula di website: http://www.teguh-be-leader.blogspot.com
"TeguhRevolutioner", semangat be-revolusi untuk lebih baik dan peduli.