Imam
Syafi’i pernah memberi nasihat kepada seorang temannya, “Wahai Abu Musa, jika engkau berijtihad dengan sebenar-benar
kesungguhan untuk membuat seluruh manusia ridho (suka), maka itu tidak akan
terjadi. Jika demikian, maka ikhlaskan amalmu dan niatmu karena Allah Azza wa
Jalla.”
Ramadhan
Mubarokallah J
Di
bulan yang mulia ini marilah kita sama-sama evaluasi diri kita agar jauh dari
hasud dan prasangka terhadap diri kita dan orang lain.
Ada
sebuah kisah seorang sahabat saya, beliau teramat baik dan sempurna di mata
saya. Bahkan merupakan inspirasi saya. Di berbagai kegiatan organisasi aktif,
keilmuan agama mumpuni. Ilmu dunia? Apalagi, sangat hebat dan berkompeten.
Seiring waktu semakin banyak yang kagum dan menaruh hormat pada beliau. Hingga
suatu ketika beliau menyampaikan kepada saya selaku sahabat dekat, bahwa
ternyata banyak orang di luar sana yang tidak menyukainya dan menghasud bahwa
beliau orang yang suka pamer dan egois serta sombong. Naudzubillah...dalam nurani saya, bagaimana bisa sosok karakter
seperti beliau membuat orang iri. Dalam pikiran saya pasti terjadi sesuatu
hal..saya hanya menganjurkan beliau untuk tetap istiqomah beramal dan
senantiasa ikhlas, bersabar serta berlapang dada memafkan.
KEIKHLASAN YANG MEMUDAR DALAM DIRI UMAT
Jika
merujuk kepada Al-Qur’an dan Sunnah, kita akan menemukan pangkal masalahnya, yaitu hati yang rusak karena
kecenderungan pada syahwat. “Sesungguhnya bukanlah mata itu yang buta,
tetapi yang buta ialah hati yang di dalam dada.” (TQS. Al-Hajj: 46).
Rasulullah
saw. bersabda, “Ingatlah bahwa dalam tubuh ada segumpal daging, jika baik maka
seluruh tubuhnya baik; dan jika buruk maka seluruhnya buruk. Ingatlah bahwa
segumpul daging itu adalah hati.” (Muttafaqun ‘alaihi). Imam Al-Ghazali pernah
ditanya, “Apa mungkin para ulama (para dai) saling berselisih?” Ia menjawab,”
Mereka akan berselisih jika masuk pada kepentingan dunia.”
Pengobatan
hati haruslah menjadi prioritas karena hati adalah pangkal segala kebaikan dan
keburukan. Dan obat hati yang paling mujarab hanya ada dalam satu kata ini:
ikhlas.
Kenapa
Ikhlas? Karena perbuatan yang ikhlas adalah perbuatan yang tidak menyertakan
kepentingan pribadi ataupuan imbalan duniawi dari apa yang dapaat dia lakukan.
Konsentrasi orang ikhlas hanya satu, yakni bagaimana agar apa yang dilakukannya
diterima oleh Allah. Coba kita renungkan, jika hati terbiasa ikhlas dan pikiran
selalu positif (husnudhon) maka kejadian seperti di atas insyaallah tak kan
terjadi. Kita akan tulus dalam mengamalkan amalan (ibadah) serta ikhlas melihat
kebaikan dan kemuliaan dalam diri saudara kita, bukan justru riya’ dan iri.
MAKNA IKHLAS
Apakah ikhlas itu? Secara
bahasa, ikhlas bermakna bersih dari kotoran dan menjadikan sesuatu bersih
tidak kotor. Maka orang yang ikhlas adalah orang yang menjadikan agamanya
murni hanya untuk Allah saja dengan menyembah-Nya dan tidak menyekutukan dengan
yang lain dan tidak riya dalam beramal. Sedangkan secara istilah, ikhlas
berarti niat mengharap ridha Allah saja dalam beramal tanpa
menyekutukan-Nya dengan yang lain. Memurnikan niatnya dari kotoran yang
merusak.
Orang
yang ikhlas adalah orang yang tidak menyertakan kepentingan pribadi atau
imbalan duniawi dari apa yang dapat ia lakukan. Konsentrasi orang yang ikhlas
cuma satu, yaitu bagaimana agar apa yang dilakukannya diterima oleh Allah SWT.
Jadi ketika sedang memasukan uang ke dalam kotak infaq, maka fokus pikiran kita
tidak ke kiri dan ke kanan, tapi pikiran kita terfokus bagaimana agar uang yang
dinafkahkan itu diterima di sisi Allah.
Ikhlas,
terletak pada niat hati. Luar biasa sekali pentingnya niat ini, karena niat
adalah pengikat amal. Orang-orang yang tidak pernah memperhatikan niat yang ada
di dalam hatinya, siap-siaplah untuk membuang waktu, tenaga, dan harta dengan
tiada arti. Keikhlasan seseorang benar-benar menjadi amat penting dan akan
membuat hidup ini sangat mudah, indah, dan jauh lebih bermakna.
Apapun
yang dilakukan kalau konsentrasi kita hanya kepada Allah, itulah ikhlas.
Seperti yang dikatakan Imam Ali bahwa orang yang ikhlas adalah orang yang
memusatkan pikirannya agar setiap amalnya diterima oleh Allah. Seorang
pembicara yang tulus tidak perlu merekayasa kata-kata agar penuh pesona, tapi
ia akan mengupayakan setiap kata yang diucapkan benar-benar menjadi kata yang
disukai oleh Allah. Bisa dipertanggungjawabkan kebenarannya. Bisa
dipertanggungjawabkan artinya. Selebihnya terserah Allah. Kalau ikhlas walaupun
sederhana kata-kata kita, Allah-lah yang kuasa menghujamkannya kepada setiap
qalbu.
Oleh
karena itu, jangan terjebak oleh rekayasa-rekayasa. Allah sama sekali tidak
membutuhkan rekayasa apapun dari manusia. Allah Mahatahu segala lintasan hati,
Mahatahu segalanya! Makin bening, makin bersih, semuanya semata-mata karena
Allah, maka kekuatan Allah yang akan menolong segalanya.
BAHAYA TIDAK IKHLAS BERAMAL
Buah
apa yang didapat dari seorang hamba yang ikhlas itu? Seorang hamba yang ikhlas
akan merasakan ketentraman jiwa, ketenangan batin. Betapa tidak? Karena ia
tidak diperbudak oleh penantian untuk mendapatkan pujian, penghargaan, dan
imbalan. Kita tahu bahwa penantian
adalah suatu hal yang tidak menyenangkan. Begitu pula menunggu diberi
pujian, juga menjadi sesuatu yang tidak nyaman. Lebih getir lagi kalau yang
kita lakukan ternyata tidak dipuji, pasti kita akan kecewa.
Tapi
bagi seorang hamba yang ikhlas, ia tidak akan pernah mengharapkan apapun dari siapapun,
karena kenikmatan baginya bukan dari mendapatkan, tapi dari apa yang bisa
dipersembahkan. Jadi kalau saudara mengepel lantai dan di dalam hati mengharap
pujian, tidak usah heran jikalau nanti yang datang justru malah cibiran.
Tidak
usah heran pula kalau kita tidak ikhlas akan banyak kecewa dalam hidup ini.
Orang yang tidak ikhlas akan banyak tersinggung dan terkecewakan karena ia
memang terlalu banyak berharap. Karenanya biasakanlah kalau sudah berbuat
sesuatu, kita lupakan perbuatan itu. Kita titipkan saja di sisi Allah yang
pasti aman. Jangan pula disebut-sebut, diingat-ingat, nanti malah berkurang
pahalanya.
Lalu,
dimanakah letak kekuatan hamba-hamba Allah yang ikhlas? Seorang hamba yang
ikhlas akan memiliki kekuatan ruhiyah yang besar. Ia seakan-akan menjadi
pancaran energi yang melimpah. Keikhlasan seorang hamba Allah dapat dilihat
pula dari raut muka, tutur kata, serta gerak-gerik perilakunya. Kita akan
merasa aman bergaul dengan orang yang ikhlas. Kita tidak curiga akan ditipu,
kita tidak curiga akan dikecoh olehnya. Dia benar-benar bening dari berbuat
rekayasa. Setiap tumpahan kata-kata dan perilakunya tidak ada yang tersembunyi.
Semua itu ia lakukan tanpa mengharap apapun dari orang yang dihadapinya, yang
ia harapakan hanyalah memberikan yang terbaik untuk siapapun.
Sungguh
akan nikmat bila bergaul dengan seorang hamba yang ikhlas. Setiap kata-katanya
tidak akan bagai pisau yang akan mengiris hati. Perilakunya pun tidak akan
menyudutkan dan menyempitkan diri. Tidak usah heran jikalau orang ikhlas itu
punya daya gugah dan daya ubah yang begitu dahsyat.
MEMBINA PRIBADI YANG IKHLAS
Dalam
sebuah hadis yang diriwayatkan Anas bin Malik ra., ia berkata: Aku pernah
berjalan bersama Rasulullah saw. Beliau mengenakan selendang dari Najran yang
kasar pinggirnya. Tiba-tiba seorang badui berpapasan dengan beliau, lalu
menarik selendang beliau dengan kuat. Ketika aku memandang ke sisi leher
Rasulullah saw. ternyata pinggiran selendang telah membekas di sana, karena
kuatnya tarikan. Orang itu kemudian berkata: Hai Muhammad, berikan aku sebagian
dari harta Allah yang ada padamu. Rasulullah saw. berpaling kepadanya, lalu
tertawa dan memberikan suatu pemberian kepadanya. (HR Muslim)
Subhanallah,
Rasulullah saw. malah memberikan harta (berinfak), padahal orang badui itu
memintanya dengan kasar. Tapi itulah Rasulullah saw. sudah mengajarkan kepada
umatnya bahwa beramal baik harus ikhlas dan tanpa pertimbangan untung-rugi
lagi.
Demikian mulia nya Rosulullah menjadi
uswah bagi kita, beliau teramat ikhlas dalam melihat orang lain dan tulus dalam
beramal. Coba kita renungkan beliau teramat tulus sekali memberikan senyum
kepada orang badui tersebut, bahkan memberikan suatu pemberian kepada badui
tersebut sebagaimana yang ia minta. Dan lihatlah bagaimana keikhlasan beliau
dalam bersabar dan menerima keadaan badui tersebut, beliau pasti berpikir bahwa
badui ini orang yang belum tahu jadi tak pantas kita marah kepadanya (walaupun
beliau berhak membalas atau marah). Namun dapat kita lihat keikhlasan beliau
melihat orang lain dari kaca mata positif melahirkan ketulusan senyum dan
pemberian.
Kembali kepada kisah
sahabat saya tadi, saya selalu berpositif sangka bahwa apapun yang beliau
lakukan adalah tulus lillahi ta’ala.
Tak mengharapkan pujian ataupun tersirat dalam hatinya untuk ingin mendominasi.
Dan yang harus menjadi muhasabbah bagi beliau adalah agar lebih tulus dalam
beramal. Karena beramal di hadapan orang banyak akan rawan meruntuhkan
ketulusan kita serta rawan untuk menumbuhkan rasa iri dalam dada orang yang
melihatnya. Namun saya juga akan berusaha berpositif sangka bahwa orang yang
mengklaim beliau sombong dan egois serta suka pamer mungkin belum mengenal
pribadi beliau yang sebenarnya sehingga timbul asumsi dalam hati dari mata,
mungkin mereka belum hati-hati bahwa sangkaan itu dari setan. Dan diperlukan
sikap ikhlas seperti yang diteladankan Rosulullah tadi dalam melihat segala
kelebihan dan kekurangan seseorang.
Perjalanan waktulah yang akan menentukan
seorang itu ikhlas atau tidak dalam beramal. Dengan melalui berbagai macam
ujian dan cobaan, baik yang suka maupun duka, seorang akan terlihat kualitas
keikhlasannya dalam beribadah, berdakwah, dan berjihad. Dan tujuan yang hendak
dicapai orang yang ikhlas adalah ridha Allah, bukan ridha manusia. Sehingga,
mereka senantiasa memperbaiki diri dan terus beramal, baik dalam kondisi
sendiri atau ramai, dilihat orang atau tidak, mendapat pujian atau celaan.
Karena mereka yakin Allah Maha melihat setiap amal baik dan buruk sekecil
apapun.
Pantaslah
seorang ulama ahli hikmah menasihatkan,“Perbaikilah amal perbuatanmu dengan
ikhlas, dan perbaikilah keikhlasanmu itu dengan perasaan bahwa tidak ada
kekuatan sendiri, bahwa semua kejadian itu hanya semata-mata karena bantuan
pertolongan Allah saja.“
Semoga
Allah mengaruniakan kepada kita hati yang ikhlas. karena betapapun kita
melakukan sesuatu hingga bersimbah peluh berkuah keringat, habis tenaga dan
terkuras pikiran, kalau tidak ikhlas melakukannya, tidak akan ada nilainya di
hadapan Allah. Bertempur melawan musuh, tapi kalau hanya ingin disebut sebagai
pahlawan, ia tidak memiliki nilai apapun. Menafkahkan seluruh harta kalau hanya
ingin disebut sebagai dermawan, ia pun tidak akan memiliki nilai apapun.
Mengumandangkan adzan setiap waktu shalat, tapi selama adzan bukan Allah yang
dituju, hanya sekedar ingin memamerkan keindahan suara supaya menjadi juara
adzan atau menggetarkan hati seseorang, maka itu hanya teriakan-teriakan yang
tidak bernilai di hadapan Allah, tidak bernilai!
Nah,
sahabat revolutioner. Orang yang ikhlas adalah orang yang punya kekuatan, ia
tidak akan kalah oleh aneka macam selera rendah, yaitu rindu pujian dan
penghargaan ataupun iri terhadap kemuliaan orang lain. Allaahu Akbar. Wallahu’alam.
*Refrensi tambahan:
* Mohon maaf bila ada kesalahan dalam sikap keseharian penulis yang
masih Saudara jumpai, mari saling mengingatkan dalam kesabaran dan kebaikan.^^
@teguhleader
"TeguhRevolutioner", semangat be-revolusi untuk lebih baik dan
peduli.