Minggu, 28 Agustus 2011

PERIODISASI SEPULUH HARI SEKITAR ROMADHON


Masih semangat di bulan romadhon?
Sudah tak sabar dengan lebaran?
Atau menangis karena mau ditinggal romadhon?

Masih ada harapan untuk bertemu romadhon di tahun depan? Adakah kesedihan di hari ke-28 ini? Atau masih enjoy dengan euforia romadhon tanpa ada aktifitas yang bermanfaat?

Kesempatan kali ini, ingin saya menyampaikan sedikit ulasan semoga bermanfaat dan menggugah hati, mungkin juga akan membuat kedua bibir kita tersenyum sungging karena pernah mengalami.
Sebulan ini kita telah hampir melewatkan bulan romadhon, bulan yang penuh berkah, sore tadi saya mendapat inspirasi. Inspirasi tentang minggu-minggu yang mengiringi bulan romadhon ini. Tinjauan ini mungkin berbeda dengan tinjauan teman-teman (ya..iyalah..namanya aja tinjauan).hehe

Sepuluh hari pertama, minggu pertama romadhon kira-kira yang menarik perhatian apa ya? Minggu pertama romadhon ini minggu di mana masjid dan mushola  pada penuh dan berjejal dengan jamaahnya. Serta menjamurnya pedagang musiman penyedia buka puasa.

Sepuluh hari kedua, minggu kedua ni rame-ramenya masyarakat berbondong-bondong belanja. Belanja pahala di bulan berkah ya? Bukan!!!, tapi belanja pakaian. Pakaian euforia satu syawal, hehe. Ada lagi, yang mengambil “cuti”, cuti kerja?sekolah? Bukan lagi!!!, ini “cuti” tidak puasa (kalau ustadz saya bilang “poso ngendhang”, puasa hanya di awal dan di akhir, kendhang kan alat musik berongga dengan tutup di kedua sisinya).

Sepuluh hari ketiga, ini yang sekarang kita jalani ya. Sepuluh hari ketiga inilah kita sibuk banget, jalanan padat, masjid pada sepi, rumah sepi, kampung-kampung jadi ramai secara tiba-tiba.hehe. “Ada apa gerangan?” , di minggu ini kita menyibukkan diri dengan persiapan mudik ataupun perjalanan mudik itu sendiri. Jalanan ramai beserta kampungnya. Namun yang patut disayangkan, banyak korban meninggal dalam tradisi mudik setiap tahunnya akibat kelalaian pengendara.

Sepuluh hari keempat, lebaran datang dan membawa keberkahan, ampunan dan kebahagiaan. Kebahagiaan yang tak dapat dinilai dengan uang serta waktu, kebahagiaan jiwa saya menyebutnya. Ada sebuah hal yang cukup menggelikan di sepuluh hai keempat ini, yaitu Pegadaian ikut ramai!!!^^. Ramai karena banyak masyarakat kita yang ber-tabdzir(boros) ria membelanjakan uang untuk lebaran, karena memaksakan diri akhirnya terpaksa deh barang-barang diagunankan untuk meng-cover pengeluaran.hehe. Ada lagi yang ramai, siapa? “Dokter!!!”, “Kok bisa?”, ya donk, kan banyak dari kita begitu buasnya memangsa dan melampiaskan kelaparan kita sebulan penuh dengan makan sebnyak-banyaknya makan. Akhirnya apa? Banyak yang sakit.(tentu taulah kira-kira sakit apa), haha.

Sahabat muslim, apakah ada dari kita yang terjebak dalam rutinitas tahunan seperti diatas? Ada beberapa pesan tersirat di dalamnya jika kita peka untuk merenunginya.  TINGGALKANLAH KESAN, buatlah ramadhan kita berkesan. Layaknya peringatan kemerdekaan negara kita, kita pun harus “memeriahkan” waktu dan hati kita dengan ibadah ataupun hal yang bermanfaat. Mengapa begitu? Kita butuh waktu setahun untuk menunggu hadirnya ramadhan, setahun itu lama bagi kelangsungan hidup, jadi tinggalkanlah selalu kesan yang indah dalam ramadhan karena kita belum tentu dapat menjumpainya lagi tahun depan.

ISTIQOMAHLAH, berteguh hati, konsistenlah dalam menjalankan ibadah romadhon. Jangan seperti “golongan kurang ajar” (lihat catatan saya, “Lima Golongan Pentarhib Romadhon), jangan giat di awal saja, namunterus menambah tingkatan dan kualitas setiap waktu.

JANGAN BERLEBIHAN, banyak kita berlebihan dalam menyambut sesuatu namun tak pernah mencoba mencari dan menghayati filosofi pembelajaran bagi kehidupan dari hal tersebut. Sebut saja perayaan Hari Pendidikan Nasional, hendaknya bukan hanya ritual upacara dan berbagai perhelatan perlombaan yang mewah saja yang kita lebihkan namun lebih utama bagaimana kita memaknai pendidikan itu sendiri (makna bukan untuk sekedar ditulis dalam wujud “tema” dalam spanduk). Jangan berlebihan dalam membelanjakan budget untuk hal yang tidak ada kemanfaatan di akhirat. Sudahkah kita evaluasi pengeluaran kita antara hura-hura dengan sedekah???

SABAR DAN TELITI, sabar itu mudah di satu waktu namun sulit di setiap waktu, jadilah pribadi yang sabar dalam segala kondisi. Dengan mengedepankan sabar, kita akan turut membantu menjaga harmoni ihsan kita. Banyak pemudik yang tidak sabar dan emosional, dengan mengedepankan dua hal itu justru akan menghadirkan yang namanya ketidaktelitian. Ketidaktelitian akan berakibat eror, eror akan membahayakan kita dan orang lain. Mari kita lekatkan filosofi sabar puasa dalam setiap segmen hidup kita.

PRIBADI VISIONER, pribadi yang selalu merencanakan matang segala apa yang akan dilakukannya untuk memperkecil eror dan memperbesar keberhasilan. Dari ilustrasi sepuluh hari keempat coba lihat, begitu tergambar jelas masyarakat kita bahkan kita sendiri kerap tanpa perhitungan hanya untuk mendapat kepuasan dan pujian dari orang yang ditemuinya. Masyaallah, sebuah kedzaliman terhadap diri kita sendiri. Perlu menjadi instropeksi bagi kita mumpung belum kebablasen.

Sobat muslim, alhamdulillah kita akan telah menapaki ramadhan 1432 H dengan lancar dan penuh hikmah. Semoga kita selalu memilih istiqomah sebagai pilihan sifat dalam beribadah danberbuat baik setiap waktu tidak momen romadhon saja. Semoga kita diberi kesempatan Allah untuk dapat selalu menikmati bulan romadhon di tahun berikutnya.
Filosofi kata “Lebaran” dari kata “lebar” dapat diartikan dengan lebar. Artinya apa? Artinya kita harus melebarkan pintu maaf kita dan melebarkan hati kita untuk meminta maaf. Agar semakin luas dan lebar hati kita untuk diisi dengan kebaikan.

SEMOGA BERHIKMAH!!!^^

Menyitir dua hadis semoga dapat memotivasi dan membuat kita rela dan ikhlas memaafkan ataupun meminta maaf kepada orang lain. Karena saya belum berkeluarga (haha...) saya mewakili keluarga ayah dan keluarga kakak saya, menghaturkan permohonan maaf atas segala kesalahan sengaja ataupun tidak, langsung ataupun tidak langsung.

 “Barangsiapa memaafkan seorang muslim, Allah akan memaafkan kealfaannya.” (HR ABU DAWUD)

”Allah tidak akan menambahkan bagi hambanya yang meminta maaf, melainkan hanya kemuliaan.” (HR MUSLIM)

================================================================
Allahu akbar... Allahu akbar... Allahu akbar...
Allahu akbar kabirowwalhamdulillahi katsiro
Wasubhanallahi bukrotawwaasiilaa
Laa illa ha illallah,hu allah akbar
Allahu akbar walillah hilhamdu
MINAL AIDZIN WAL FAIDZIN!!!^^
Gunawan big family


*artikel karya saya ASLI

Kamis, 25 Agustus 2011

SEBUAH PESAN DARI SANG AIR


Merendahlah seperti bintang, nampak bagi setiap yang memandang
Di atas permukaan air, padahal ia jauh tinggi di awang-awang
Dan jangan seperti asap, meninggikan dirinya
Menuju langit, padahal dirinya hina
(syair arab)

Berkebun adalah sebuah kegiatan yang menurut saya sarat dengan seni dan filosofi kehidupan. Meskipun saya seorang lelaki, berkebun menjadi aktifitas sampingan saya kala senggang dan menurut saya dapat menghilangkan ke-“galau”-an (haha…galau lagi…galau lagi…), seperti sebuah nilai filosofis yang saya “tangkap” ketika membonsai tanaman kamboja jepang milik ibu saya. Sebuah pembelajaran tentang tawadhu’ atau kita kenal dengan rendah hati. Filosofis ini adalah perenungan saya, sangat dimungkinkan jika saudara sekalian menemukan makna lain di dalamnya.

Sahabat rahimahullah, jika kita perhatikan air untuk menyiram bunga, pernahkah kita berpikir, “Bagaimana bisa air kusiram di tanah kok naik ke batang daun dan menghidupi tumbuhan tersebut ya?”, mungkin pertanyaan itu pernah lewat di pikiran kita sewaktu kita masih kecil (seumuran enam tahun-lah), seiring tingginya jenjang pendidikan yang kita tempuh, akhirnya kita tahu bahwa ada semacam sistem transportasi pada kehidupan tumbuhan. Pemahaman SD air tadi dibawa oleh akar, semakin ke SMP kita tahu ada jaringan xylem si tukang pengangkut air, dan SMA kita mengenal detil peristiwa dan organ apa saja yang terkait dalam sistem pengangkutan tersebut.

Subhanallah, Allah al Hakim selalu mencipta semua di dunia dengan teliti dan penuh pembelajaran dan manfaat (jika kita mau mencarinya).Dari air kita dapat belajar tentang rendah hati, lihatlah air tersebut dari berbagai sumber. Dari sumber yang hina ataupun yang indah. Mereka rela dan tak mengeluh karena Allah untuk “memulai dari bawah” kita siramkan di tanah yang kotor dan hitam bercampur kotoran, tetap tawadhu’. “Lantas apa balasan Allah baginya?”, balasan Allah baginya adalah KEMULIAAN. Kemuliaan akhirnya didapat, dari sifat endah hati tadi dia diangkat dan terus diangkat untuk mengisi batang, daun, buah yang kesemuanya itu nanti dimanfaatkan oleh manusia. Sungguh saya yakin, andai air dapat berbicara tentu mereka akan mengatakan sangat senang dan bangga jika dapat bermanfaat bagi manusia dalam bentuk yang indah.

“Dan tidaklah seseorang itu bersikap tawadhu’ karena Allah, melainkan Allah akan mengangkat derajatnya.”(al hadis)

Tawadhu’ pada hakikatnya adalah mengerahkan rasa hormat, kelembutan, dan penghargaan kepada orang yang berhak mendapatkannya(dalam Rasa’il Al-Ishlah[1/127]). Ingin saya nukilkan sebuah hadis yang disampaikan oleh Abu Hurairah r.a, semoga dapat menjadi motivasi pengingat kita akan pentingnya tawadhu dan suka memberi maaf.

“ Allah tidak menambahkan nikmat atas pemberian maaf dari seorang hamba melainkan dengan kemuliaan. Dan tidaklah seseorang bersikap tawadhu’ karena Allah, melainkan Allah akan mengangkat derajatnya.”(HR Muslim)

Allahu akbar, dari hadis di atas sebenarnya ada beberapa “balasan” yang positif dari Allah kepada kita yang tawadhu’. Pertama, Allah akan memberikan kemuliaan kepada seseorang yang pemaaf. Sebuah kemuliaan di hati orang lain dan di hadapan Allah. Kedua, Allah akan mengangkat derajat seseorang di dunia dalam bentuk apa saja sekehendak Allah serta menetapkan dengan tawadhu’-nya itu satu kedudukan atau tempat khusus-lah di hati orang lain. Lalu Allah akan mengangkat martabat dan meninggikan derajat kita di mata orang lain. Wah, enak juga ya dengan tawadhu kita sudah mendapatkan kedudukan terindah di hadapan orang lain, tak hanya itu bahkan di hadapan Allah juga. Berarti memang langkah yang kurang bijak jika kita ingin mendapatkan kedudukan, pengakuan(bahasa saya “eksistensi”, hehe)  dari orang lain dengan cara yang salah dan cenderung zalim dan berlebihan bahkan aneh, lebai dan alay (tentu masing-masing dari anda sudah tau kan yang saya maksud).

Sungguh dahsyat hasilnya jika kita mengamalkan satu sunnah rasul diatas. Bagaimana jika kita mengamalkan semuanya ya? Pasti semakin bagus kita(peribahasa saya,”Akhirat katut, donya kanut”[akhirat dapet dunia ikut]).Hehe. Namun yang saya tekankan di akhir note saya kali ini adalah perlunya kewaspadaan kita tentang suatu batasan agar kita tidak tergolong hamba yang zalim, berlebihan dan berakhir merugi.Ibnu Al Quddamah mengatakan,”Ketahuilah! Sifat ini(tawadhu’)-seperti sifat yang lain pula- mempunyai dua sisi dan satu pertengahan. Sisi yang condong kepada sikap berlebihan dinamakan keangkuhan dan sisi yang lebih condong kepada kekurangan disebut kerendahan dan kehinaan, sedangkan yang pertengahan disebut sebagai sifat yang tawadhu’, yaitu bersikap merendah tanpa menghinakan diri.” Nah, dari sedikit uraian ini hendaknya dari sekarang kita harus bijak, rendah hati namun jangan rendah diri. Berbangga hati namun untuk diri sendiri dan Allah, bukan untuk dipamerkan kepada orang lain(dipamerkan tak hanya diperlihatkan, namun juga diucapkan dan diperdengarkan).

SIAP BERTAWADHU’???

JANGAN LAMA-LAMA MENUNGGU, MARI SEGERA KITA MULAI.
GAPAI KEMULIAAN DIRI, CINTA INSANI DAN ILAHI^^

SALAM MA’RUF!!!^^
SALAM KEBAIKAN. MARI SALING MENGINSPIRASI!!!^^

MARI BERDAYAKAN HATI KITA!!!^^

Sebuah syair penutup,

Engkau merendah dengan tawadhu‘ dan meningkat tinggi dengan kemuliaan
Urusanmu hanya dua, merendah dan meningkat
Laksana mentari, semakin jauh meninggi
Tapi sinarnya semakin dekat menyengat




Mohon maaf bila ada kesalahan dalam sikap keseharian penulis yang masih Saudara jumpai, mari saling mengingatkan dalam kesabaran dan kebaikan.^^

*artikel karya saya ASLI, dengan penambahan berbagi sumber
 @teguhleader

"TeguhRevolutioner", semangat berevolusi untuk lebih baik dan peduli.


Senin, 22 Agustus 2011

KETIKA JIWA PROTES


Perhatikan hati,
Penuhi kebutuhan rohani,
Jika tidak, ia akan menuntut,
Dengan melahirkan kegalauan, dan kehampaan,
Masing-masing kita, memiliki sahabat lama,
Ada yang mengingatnya, dan ada yang melupakannya,
Dialah HATI…..(Ust.Yusuf Mansur)

Dalam sebuah kajian, ustadz saya menceritakan sebuah kisah. Kisah tentang jiwa teman beliau yang “protes”. Sebut saja Teguh orangnya(agar tidak timbul polemik nama,hehe). Beliau adalah orang yang dapat dibilang sudah memiliki segalanya. Rumah semewah rumah Jaksa Cyrus Sinaga, istri secantik Syahrini, anak yang sehat, pintar, dan lucu seperti “si Baim”. Kariernya sebagai pengusaha dan pegawai negeri pun mantap dan sedang meningkat cepat, mengalahkan kecepatan karir “Bung Nazaruddin” yang 32 tahun sudah menjadi pengusaha dan koruptor sukses.

Namun Pak Teguh ini tampaknya masih merasa ada yang “kurang”(udah kayak gitu kurang apa lagi coba?,haha), yang menyebabkan hidup terasa hampa, begitu keluhnya. Bahkan cantiknya istri, wajah lucu anaknya serta karier yang hebat belum mampu menolongnya untuk menghindari kehampaan hidup yang dirasa. Menghibur diri? Segala rekreasi sudah ia coba, berkumpul dengan rekan bisnis sudah dicoba. Namun masih saja perasaan hampa itu masih menyelimuti, seolah tak mau pergi.

Hingga suatu  sore kala beliau jogging di kompleks rumahnya yang elite, Ia menemukan pemandangan yang tak pernah ia temui selain di sinetron yang tiap hari ditonton di televisi 50 inchi miliknya. Dihadapannya, seorang ibu sedang menangis tersedu, dia mencoba peduli dengan bertanya, “Ada apa engkau menangis Bu?” , si ibu bercerita bahwa ia sangat bingung melakukan apa, anaknya seminggu sakit demam tak turun panasnya, dirinya baru saja dipecat sebagai buruh cuci karena dia sering telat datang, hal itu dikarenakan ia harus merawat anaknya terlebih dahulu. Semakin lengkap pula derita si ibu karena suaminya telah tiada. Masya Allah, bagaimana jika itu terjadi pada kita atau istri kita?

Terdorong melihat derita yang hebat itu, akhirnya Pak Teguh pun iba dan berniat membantu. Ia pun meminta diantar ke rumah ibu tersebut. Ia menyusuri lorong yang sempit, dan panjang bin kumuh pula. Dirinya baru sadar ternyata banyak yang tinggal di lingkungan seperti itu, sangat berbeda dengan keadaan di kompleksnya.
Sesampai di rumah si ibu, tergolek bocah tak berdaya. Terbayang ada obat disampingnya, makanan pun tak ada! Masyaallah. Lagi-lagi beliau teringat bagaimana komplit menu makanan di rumahnya yang semuanya tinggal ambil tanpa susah dan selalu tersedia sangat lezatnya. Pak Teguh yang harinya jauh dari peduli akhirnya mengobatkan anak tersebut. Singkat cerita ustadz saya, si anak pun sembuh. Ibu tersebut bahkan dibekali uang yang cukup dan anaknya Ia janjikan akan disekolahkan.

Apa yang terjadi saudaraku semua? Pak Teguh merasa “gembira”, sebuah kegembiraan baru, kegembiraan yang belum pernah Ia rasakan. Ia telah menemukan kebahagiaan sejati,bukan kebahagiaan semu. Seketika rasa galaunya pun terasa tak ada. Sebuah kegembiraan yang merasuk di dalam lubuk hati paling dalam.
Saudaraku, tak sedikit barangkali yang pernah mengalami “episode kehidupan” seperti Pak Teguh diatas.  Tak sedikit pula barangkali salahsatu dari kita ada yang mengalami seperti ibu tadi. Wallahu’alam. Sejenak mari kita renungkan, apakah benar kehampaan, kegalauan yang sering kita rasakan karena “PROTES JIWA” kita? Protes karena tak pernah kita pedulikan “kebutuhannya”. Dahaga kebutuhan fisik yang tak pernah puas selalu kita tuliskan dalam buku mimpi kita hingga seratus halaman pun tak mampu untuk menuliskan “CUKUP” pada buku mimpi kita. Namun sungguh paradoksial sekali jika tak pernah menuliskan keinginan jiwa kita. Keinginan yang selalu kita kesampingkan karena orang lain tak dapat melihat serta memuji mimpi kita itu.

Protes jiwa tergambar dari kekosongan dan kehampaan hati, sebagaimana yang dirasakan Pak Teguh tadi. Bagi kita sering menyebutnya dengan kegalauan, kegelisahan serta keresahan. Banyak orang yang bercerita saya kalau sekarang “musim galau”(haha…ada-ada saja). Agaknya banyak yang salah persepsi tentang “galau” ini, agaknya galau dimaknai perasaan yang bingung, sepi, sendiri, kosong malah. Berdasarkan pengalaman saya(ciiee..) galau ini menjangkiti jiwa kita yang sedang dirundung suatu tekanan. Singkatnya, ingin dinasihati namun tidak mau mengerjakan, semangat tinggi namun mudah patah(simpelnya lagi, pengen diperhatiin kali yee..:D). Ada dua buah solusi dari saya, jiwa yang galau adalah karena keringnya hati akan kebaikan dan jauhnya cinta kepada Tuhan. Jadi ketika galau datang, datang saja kepada Tuhan, mengadu, curhat doong…tak hanya mengadu, segera action dunk , gimana caranya? Segera lakukan kebaikan, karena ditengah tindak baik tadi lah kita nanti akan menemukan apa yang harus kita lakukan.

Dari cerita ustadz saya diatas, seharusnya mulai detik anda membaca note saya ini ada sebuah kesadaran dalam diri kita bahwa kepuasan materi yang mengabaikan pemenuhan aspek ruhani akan menjauhkan diri dari Allah. Jauh dari Allah sama artinya dengan hilangnya kebahagiaan sejati. Kok gitu? Karena Allah lah pemilik kebahagiaan sejati, trus dimana Allah Sang Pemilik Kebahagiaan? Sungguh, Allah ada pada tangis orang-orang miskin. Allah ada pada tangis anak yang kelaparan. Allah ada pada wajah muram ayah dan ibu yang kesulitan memberi makan anaknya, dan Allah ada pada penderitaan orang-orang yang teraniaya. Mari temukan saudaraku, temukan Dia di sana, di tengah-tengah mereka. Temukanlah kebahagiaan, dengan jalan “menemui” mereka. JANGAN BIARKAN JIWA ANDA PROTES.

Sebuah pesan penutup saya, “ Kekayaan dan kesuksesan, bukanlah milik manusia. Ia milik Allah. Ketika Dia “mempercayakan” kepada kita, maka diantara sekian pesan-Nya adalah kita mau berterimakasih pada-Nya, dan sudi berbagi. Carilah kekayaan dan kesuksesan dengan jalan yang diridhoi Allah, karena semua milik Allah.

Mari beribadah yang baik, kita tingkatkan dua pintu utama agar kita mendapat karunia Allah, dengan SOLAT DAN SEDEKAH.

BERDAYAKAN HARTA!!!!^^

SALAM MA’RUF. SEMANGAT DAHSYAT AKURAT BERIBADAH DI BULAN ROMADHON!!^^


“Ya Allah, tetapkanlah kebaikan-kebaikan dalam hidup kami karena sesungguhnya segala kebaikan hanya ada pada-Mu, dan lindungilah kami dari keburukan-keburukan karena sesungguhnya Engkaulah Pelindung Terbaik. Aamiin.



Karena ada suatu halangan, kami mohon maaf minggu kemarin hanya meluncurkan satu note, insyaallah minggu ini akan kami luncurkan tiga note sebagai konsekuensi. Terimakasih selalu setia membaca, dan semoga dapat saling menginspirasi sesama.

*Artikel ASLI karya saya.




Selasa, 16 Agustus 2011

TEGUHKAN HATI UNTUK KEBAIKAN


“…Dan kehidupan dunia itu tidak lain hanyalah kesenangan yang memperdayakan. Sungguh, kamu akan diuji terhadap harta dan diri kamu…”[TQS. AL-BAQOROH(2): 185-186]

Sore kemarin ketika mandi (entah kenapa pemikiran ini lewat ketika mandi), saya mendapat sebuah pembelajaran dari perenungan romadhon ini. Dua buah penilaian tentang dua hal yang pasti kita alami sewaktu puasa namun jarang bahkan tak pernah kita sadari. Hal pertama, tentang periodisasi “rasa lapar” sehari ketika berpuasa, kedua tentang perbedaan  waktu berbuka di berbagai belahan dunia. Semoga pembelajaran yang saya tangkap adalah baik dan bermanfaat terlepas dari perbedaan penafsiran yang berbeda dari setiap orang. Wallahu ‘alam bishowwabi.

Sudah menjadi rutinitas pengisi waktu saya yang tidak efektif di sore hari dengan nge-gym. Saya ambil kegiatan ini dengan alasan kemanfaatan pada kesehatan, aura, dan efektifan(sebuah hikmah juga, ternyata di puasa pun kita tidak serta merta lemes, kita masih kuat untuk kerja yang “berat”, mungkin yang lemes itu mungkin hati kita yang sedang “lemes”, lemes karena kurang mengambil pesan-pesan Allah). Diluar sana tentu banyak kita jumpai(bahkan mungkin diri kita sendiri sekarang) penuh kegalauan untuk menggunakan waktunya. Banyak teman-teman pemuda yang “melampiaskan” dengan membuang waktu dengan obrolan tak jelas serta di warung yang sebenarnya kurang beresensi, ada pula yang “memalamkan” waktunya di kamar(alias tidur saja tanpa hasil) dan lain sebagainya dengan segala kemanisannya yang berbeda-beda. Sahabat facebooker dan blogger, Jika kita simak pada ayat di muka tadi, dunia ini memang penuh hal-hal “manis”(lihat tulisan saya “Manisnya Gula Seperti Dunia”) manis yang dapat menenggelamkan kita, manis bagi pemuda belum tentu manis bagi yang tua. Hal inilah yang menjadi perenungan saya sewaktu mandi itu,hehe.

Jika kita jeli “merasakan”, ada sebuah pertanyaan yang setiap orang tentu akan menjawab dengan jawaban yang berbeda-beda jika dilontarkan. “Pada jam-jam berapa sajakah kita akan merasa lapar, melilit, dan malas pengen tidur sewaktu puasa?”, jawaban saya(kalo salah dibenerin ya :D), mulai rentang jam 8-10, jam 12-13, dan 14-15. Apa yang menarik dari jam-jam tersebut? Ada dua penjelasan, secara medis jam 8 adalah mulainya karbohidrat habis tercerna sehingga hasrat “ngemil” itu muncul. Berlanjut jam 10-an protein mulai terkikis pula, melilit mulai datang, hehe. Jam diatas 12 kita bener- bener lemes dan dapat kita tebak kita pasti mengantuk dan tidur. Mendekati ashar kita sudah sedikit “terlupakan” karena tidur, namun bangun badan menjadi semakin lemas disertai suhu badan yang panas(kalo saya menyebutnya “prampang”.b.Jawa) karena cairan pun mulai menipis dan tubuh mulai “mencari-cari” penampungan zat makanan yang kita simpan sebelum puasa(lemak, karbohidrat, dan protein).

Namun ada hal lain yang menggelitik, jika kita simulasikan sehari kita puasa itu jatah umur kita, tampaknya ada sebuah keterkaitan ya? Setelah sahur, kita kenyang. Itu adalah titik awal kita lahir, tanpa keinginan. Seiring kita tumbuh dan berkembang, jam 8-10 simulasi usia 8-12 tahun mulailah kita muncul keinginan yang “ringan” tapi macam-macam, coba anda bayangkan usia anda saat itu, impian apa saja yang mulai mengaktifkan nafsu kita. Semakin dewasa tumbuh menjadi remaja dan pemuda dengan hormon yang komplek dan butuh “pemenuhan” semakin membuat nafsu kita liar pula jika tak dikendalikan, mulai semakin komplek pula apa yang kita inginkan. Semakin senja usia yang semakin tua dengan tanggung jawab yang gedhe membuat kita “adhem-panas” untuk memenuhi kebutuhan sendiri dan keluarga yang seakan tiada cukupnya, kepayahan memang. Pertanyaannya, kira-kira sudahkah anda dapat  menangkap hikmah dari yang saya uraikan dari perenungan yang pertama ini?

Pembelajaran yang kedua datang selepas saya maghrib, Bapak saya menyalakan televisi. Tampak di situ Jakarta dan wilayah Sumatra belum menikmati nasi hangat dan ayam gorang seperti yang saya nikmati sore itu(yaa kan memang belum waktunya), sedangkan kakak saya yang dinas di Sulawesi Tengah malah tengah bersiap tarawih. Sungguh suatu pemandangan yang berhikmah bagi kaum yang berpikir. Coba kita membayangkan yang lebih luas, seandainya saya tugas belajar di Negeri Paman Sam(aamiin), jam berapa saya berbuka puasa ya? Bagimana pula jika saya misal nanti tholabul ilmi jauh di London(aamiin)? Di Selandia Baru? Ternyata puasa di Amerika Serikat sana lebih miris jika kita mendengarnya, bayangkan mereka puasa dari pukul 04.20 – 20.20(busyet, lebih lama kan?), tentu puasa di daerah dekat kutub lebih lama lagi, katakanlah Swedia, Rusia mereka mungkin berbuka puasa jam 9-an malam. Karena waktu siang mereka lebih lama dibandingkan malam. Subhanallah, sudahkah anda dapatkan pembelajaran dari kejadian di atas? 

Hikmah yang dapat kita ambil dari dua hal tersebut, pertama, kita harus mampu dan mau membawa diri kita dalam rutinitas kebaikan di tengah godaan manisnya dunia. Kita tak menjauhi manisnya dunia kok, tapi kita mengendalikan nafsu kita dengan mengambil kenikmatan secukupnya, kata Bapak saya, ing donya mung mampir ngombe(di dunia cuma mampir minum) maksudnya di dunia kita hanya sebentar dan ambillah bekal yang berguna untuk perjalanan kita yang lebih panjang.

“Dan janganlah kamu cenderung kepada orang-orang yang zalim yang menyebabkan kamu disentuh api neraka, dan sekali-kali kamu tiada mempunyai seorang penolong pun selain daripada Allah, kemudian kamu tidak akan diberi pertolongan,”[TQS. HUD(11):113]

Saudaraku, terlebih saya mengingatkan diri saya terlebih dulu(yang sedang menjalani masa muda) mari kita pemuda selalu meluaskan hati dan menajamkan akal. Selalu setia pada perbuatan baik, agar kita tak terhanyut dengan aktifitas yang banyak madhorot dan tak ada untungnya pun untuk akhirat kita, justru malah membawa kerugian. Tak usahlah saya sebutkan, banyak sekarang dan semakin komplek jenis kemanisan yang menjadi pilihan bagi kita pemuda untuk menjadi ajang pelampiasan dan “pengembangan diri” menurut orang zalim tersebut(pengembangan kepada kefuturan, kehancuran realnya). Itu baru kemanisan setingkat pemuda (notabene baru ujian jam 12-14), jika kita sudah se-level dewasa, bekerja, berkeluarga, entah kemanisan macam apa lagi yang ditawarkan kepada kita. Dapatkah anda bayangkan tantangan kedepan? Mampukah anda menghadapi jika kita hanya berleha-leha saja tak mau belajar meluaskan hati dan menajamkan pikiran? Sejenak sebelum melanjutkan membaca, kita renungkan aktifitas kita yang baru kemarin-kemarin ini apa ya yang kira-kira enak, ada manfaat memang (tapi sedikit, karena paling manfaat seneng-seneng doang) dan justru membawa kerugian akhirat, ada gak?

“…Dan siapa yang mengerjakan kebaikan akan Kami tambahkan baginya kebaikan pada kebaikan itu. Sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.”[TQS. ASY-SYURO(42):23]

Pelajaran kedua Saudaraku, kita harus mampu untuk bersabar dalam setiap ujian yang menimpa kita. Jika ada yang mengatakan diatas langit masih ada langit, begitu pula ujian yang menimpa kita, masih ada kok orang yang lebih menderita dari kita. Layaknya umat muslim di seluruh dunia yang berbeda-beda waktu berbukanya. Sahabat, puasa sungguh dahsyat dalam melatih sikap pengendalian dan kesabaran. Di saat kita menahan, kita dilatih untuk dapat me-manage aktifitas kita menjadi maanfaat, mengatur pula agar kita bersabar dalam berbuka dan pengendalian kala makan. Waktu saya masih kelas empat SD dulu, setiap kali berbuka saya begitu “memuaskan diri” dalam makan, magrib ditinggal dulu, makan duluan, Akhirnya, solat pun kepayahan karena kekenyangan,(Masih ada yang seperti itu sampai saat ini?). Ada lagi, sewaktu SMP terkadang kalau lagi ngabuburit hang out dengan teman saya juga sering terlupa untuk mengutamakan jamaah maghribnya, justru kita memuaskan diri dulu dengan jamaah buka bersamanya hingga waktu maghrib terlupa dan telat,(Masihkah anda juga seperti saya sewaktu SMP?). Mengapa pengalaman saya tersebut saya curhatkan? Tak lebih karena saya berharap anada jangan sampai terjebak juga dalam lubang yang salah, kata Ibu saya, “Kesalahan orang lain itu bukan untuk di-poyoki(ejek) namun untuk menjadi bahan pelajaran bagi kita.”

Sebagai penutup tulisan panjang saya ini, saya berharap dan berdoa semoga kita mampu mengambil hal positi dari uraian “singkat” saya diatas. Menjadi pemuda yang penuh tindak kebaikan dan membentuk pribadi muslim yang terbiasa peduli, ikhlas dan sabar. Adalah pesan singkat saya.

“Jika kamu sabar dan memelihara diri, sesungguhnya yang demikian itu termasuk urusan yang memerlukan keteguhan hati.”[TQS. ALI IMRON(3):186]

Perlu keteguhan hati untuk di jalan kebaikan, kesan saya bagi Anda yang membaca note saya dari atas sampai titik akhir ini, bersyukurlah karena Anda telah mencoba berusaha meneguhkan hati untuk urusan kebaikan!!!^^

SALAM MA’RUF!!!^^

SALAM KEBAIKAN. MARI SALING MENGINSPIRASI!!!^^

“Sesungguhnya Allah Pelindung kami. Dia adalah sebaik-baik pelindung dan sebaik-baik penolong.”[TQS.AL-ANFAL(8):40]

Ya Allah, maafkan kami, ampunilah kami. Kami susah sebab kami menyusahkan hidup kami sendiri. Kami menderita akibat penderitaan yang kami beli. Dan semua itu Engkau berikan karena kami serakah, tidak pernah puas dan melupakan orang lain. Kiranya, ampunan dan maaf-Mu-lah yang membuat kami terbebas dari kesusahan dan semua derita. Aamiin


Mohon maaf bila ada kesalahan dalam sikap keseharian penulis yang masih Saudara jumpai, mari saling mengingatkan dalam kesabaran dan kebaikan.^^

*artikel karya ASLI Saya