Sabtu, 03 Januari 2015

REFLEKSI DIANTARA RESOLUSI 1435-1436 H DAN 2014/2015 M

“Wahai segenap kaum Muhajirin, lima perkara yang aku berlindung kepada Allah jangan sampai kalian mengalamainya.
1.       Tidaklah suatu kaum mengerjakan perbuatan keji sehingga dilakukan secara terang-terangan kecuali mereka akan ditimpa dengan berbagai wabah dan penyakit yang belum pernah menimpa orang-orang sebelumnya.
2.       Tidaklah suatu kaum mengurangi takaran dan timbangan , melainkan mereka akan ditimpa paceklik (kekurangan pangan), tandusnya tanah dan dholimnya penguasa.
3.       Dan tidaklah suatu kaum enggan mengeluarkan zakat hartanya kecuali akan ditahan turun nya hujan dari langit, dan sekiranya bukan karena binatang ternak (yang memerlukan air) mereka tidak akan diberi hujan.
4.       Dan tidaklah suatu kaum mengingkari janji, melainkan Allah akan mendatangkan musuh-musuh dari luar golongan mereka lalu mereka akan merampas sebagian dari harta kekayaan mereka.
5.       Dan selama para pemimpin mereka tidak mengamalkan apa yang Allah turunkan dalam kitabNya, niscaya benturan-benturan kekerasan akan menimpa diantara mereka.
(Hadis Riwayat Ibnu Majah diberitakan oleh Abdullah bin Umar ra.)

RESOLUSI MASYARAKAT ISLAMI

Menggantungkan harapan bukanlah suatu yang salah, bahkan sebuah keharusan bagi setiap manusia. Dengan harapan, keinginan, dan cita-cita akan memberi orientasi hidup seseorang, komunitas bahkan sebuah bangsa untuk bergerak, berinovasi, berkreasi tiada henti agar harapan yang dicanangkan tadi menjadi nyata.

Masalahnya...penggantungan harapan selalu disertai pemenuhan hukum sebab-akibat yang menjadikannya terwujud atau tidak.

Setiap kaum muslimin yang “sehat pemahaman” islam nya pasti akan mendambakan di dunia ini kehidupan yang memberikan peluang kebebasan baginya untuk beribadah kepada Allah tanpa gangguan serta kehidupan dunia yang produktif untuk menunjang aktifitas ibadah tersebut.

Untuk mewujudkan harapan dan cita-cita yang dirindukan umat islam sebagai sebuah entitas diperlukan syarat yang cukup berat. Salah satu aspek yang penting itu adalah hidupnya tatanan masyarakat Islam yang akhirnya mewarnai kehidupan masyarakatnya dengan Islam.

Masalah yang ada sekarang adalah umat tidak memiliki ideal type tentang masyarakat islam yang mereka inginkan. Padahal, ketika masyarakat dambaan itu sudah hadir...maka semua umat pun akan merasakan kesejukan iman di bawah naungannya, dan tantangan merawat keadaan itu agar tidak raib pun bukanlah perkara yang mudah.

Yah, hal apapun yang menjadi resolusi kita di tahun 1436 H dan 2015 M ini, hendaknya adalah resolusi yang bisa menjadikan terbentuknya masyarakat yang islami. Entah resolusi keluarga islami, ekonomi islami, ketahanan pangan dan kesehatan, pengetahuan dan teknologi...semua hal haruslah menunjang visi besar kita. Visi besar dan visi semua umat muslim.

REFLEKSI SEBAB-AKIBAT

Tahun demi tahun itu ibarat potongan masa. Ketika sudah berlalu, maka itu hanya menjadi bagian catatan masa lalu. Maka benar pemeo yang mengatakan bahwa “Waktu adalah sumber daya yang tidak bisa diperbaharui.”

Berbicara refleksi di potongan masa yang kemarin, sejenak scroll kembali mouse atau tuts keyboard anda ke hadits pembuka tulisan ini.  Keseluruhan dari hukum sebab akibat sosial kemasyarakatan yang dikhawatirkan oleh Rosulullah pada hadits tersebut telah dirasakan oleh umat islam di negeri ini.

Marak dan beragamnya penyakit yang belum pernah menimpa orang-orang sebelumnya menjadi indikator pertama yang pantas kita renungkan dan layangkan mata perhatian kita kesana. Dunia kedokteran terus disibukkan dengan beragam varian penyakit baru yang belum diketahui obatnya. Ini semua akibat dari perbuatan keji yang terang-terangan. Mengapa Rosulullah memakai kata-kata keji? Kenapa bukan diksi “perbuatan buruk”? Ini pun hendaknya juga menjadi renungan bagi kita. Keji itu dimaknai sebagai perbuatan yang secara sosial semua orang menilai itu tindakan bahaya dan merugikan bagi si pelaku ataupun orang lain tapi oleh si pelaku ataupun masyarakat menilai itu biasa saja. Maraknya kasus tewasnya masyarakat menenggak miras oplosan beberapa waktu lalu seharusnya cukup mengingatkan kita. Saya rasa semua agama, semua bangsa sudah tahu bahwa miras itu lebih banyak bahayanya daripada manfaatnya. Dan kemanfaatan dari barang berbahaya itu hanya bisa didapat oleh orang yang berakal.

Paceklik, kekurangan pangan, kerusakan lahan pertanian, hutan, ekologi yang rusak akibat eksploitasi penambang ugal-ugalan. Tak cukup di situ, kelangkaan bibit pertanian, pupuk dan obat-obatan pertanian pun telah lama menghantui negara agraris dengan kuota penduduk yang amat besar ini.

Kedaulatan pangan dalam corong bahaya dan sewaktu-waktu bisa jatuh ke dalam keadaan crisis tanpa cadangan pangan yang berarti. Ikhtiar mengimpor kebutuhan sembako setidaknya sebuah indikator poin kedua hadits di atas. Sebuah konsekuensi secara kauniy akibat “kaum yang mengurangi takaran dan timbangan.” Dan keadaan ini semakin miris dengan diserahkannya kedaulatan energi kepada pihak asing setelah sumber-sumber energi tidak terbarukan, gas alam, dan batubara diserahkan eksploitasinya kepada asing. Penyerahan kedaulatan pangan, energi, perdagangan, investasi ini diambil dengan dalih swastanisasi sektor publik. Dengan ikut meratifikasi pendirian WTO (World Trade Organization) melalui UU No. 7 tahun 1994 maka seluruh kesepakatan dibawah WTO mutlak harus diikuti Indonesia. (scroll kembali dan renungkan poin dua yang disampaikan Rosulullah)

Akibat tindakan dholim manusia yang durhaka dari menunaikan hak harta (zakat) pun telah diberitakan Rosulullah akan mendapat hukuman secara kauniy dengan ditahannya hujan. Dan pikirkan! Sekiranya bukan karena kasih sayang Allah kepada hewan ternak di muka bumi, niscaya bumi tak akan dibasahi setetes hujan pun. MasyaAllah..manusia yang dulu berkata “Siap!!” ketika diminta menjadi kholifah di bumi ini justru menumpang “pemenuhan” kebutuhannnya kepada binatang ternak!

Nabi pun memberitakan akibat lanjut dari kaum yang memungkiri janji, sehingga pihak asing intervensi dan merampas kekayaan mereka. Ini adalah tataran kerusakan norma sosial kemasyarakatan. Para pemimpin kita, para politisi yang mengingkari janji mereka untuk menunaikan amanah harta kekayaan yang seharusnya digunakan untuk kepentingan rakyat agar rakyat berkecukupan  dan dengan harta itu agar rakyat dapat melaksanakan perintah Allah justru mereka ingkari. Terungkapnya tindak pidana korupsi di potongan masa kemarin setidaknya menjadi rapor merah. Dan ini terjadi hampir tiap tahun.

Regulasi, perundangan yang dikeluarkan oleh mereka yang mengklaim memikul amanah rakyat tersebut justru menyerahkan dan menjual kepada pihak asing. Akhirnya sumber daya alam dikeruk dan dibawa keluar dalam bentuk bahan menatah untuk menghidupi industri asing, sementara rakyat hanya menjadi kuli saja! (renungkanlah pesan 3 Rosulullah bagaimana Allah datangkan musuh dari luar golongan mereka dan merampas harta kekayaan mereka)

Para pemimpin umat Islam sendiri, yang tidak menerapkan hukum Allah dan syariatNya. Dilema akut, umat yang mayoritas dijauhkan dari pelaksanaan dienNya, setelah sebelumnya mereka semua dijauhkan dari syiar nilai-nilai islam sehingga pemahaman mereka rusak dan dangkal. Akhirnya berkah kehidupan mereka dicabut!

Sebagian kecil umat islam yang komitmen dengan seruan syiar islam yang benar dan konsisten dengan tuntunan syariat Allah mau tidak mau berbenturan dengan umat islam lain yang lebih besar (mereka dijauhkan dari syiar nilai islam yang benar). Dan pahitnya lagi, umat islam yang lebih besar telah dijejali stigma bahwa sekelompok yang kecil tadi adalah kelompok ekstrim dan terkait dengan teroris, naudzubillah.
Jadilah persis dengan apa yang dikhawatirkan Rosulullah bahwa “Sebagian merasakan kekerasan sebagian yang lain.”

SIMPULAN

Harapan untuk hidup nyaman di bawah naungan pelaksanaan hak-hak Allah (pelaksanaan syariat) dan keadilan sistem politik yang benar di bawah sistem yang Islam masihlah harus menjadi resolusi kita bersama di potongan masa kedepannya.

Hukuman qodari akibat meninggalkan aturan syar’i tersebut telah ditetapkan Allah dalam kitabNya. Baik ketetapan yang taufiqi maupun arahan umum untuk berbuat adil dalam segala sesuatu. Semua nyata dalam kehidupan yang memiliki bashiroh ini.

Diselesaikan di Pondok Betung 2 Januari 2015, 10.58 UTC -- mengiringi kepergian 1435 H dan 2014 M


Selamat datang 1436 H dan 2015 M!